Mekanisme Infeksi pada Hewan
Prinsip Dasar :
Beberapa bakteri dari golongan kokus seperti Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit manusia yang mendapatkan makanan dari inang (kulit manusia) tetapi tidak merugikan bagi manusia.
Banyak bakteri yang merupakan parasit obligat pada saluran usus manusia dan hewan mamalia seperti Salmonella typhimurium, Escherichia coli strain patogen (ETEC, EPEC EIEC) merupakan penyebab typhus dan diare. Bakteri- bakteri tersebut menetap di lokasi tersebut untuk mendapatkan sumber makanan, sehingga mampu tumbuh dan perkembang biak.
Bakteri mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan menyebar dari inang ke inang yang lain dengan dua cara yaitu :
Tahapan Infeksi
Kuman (bakteri, virus, protozoa maupun jamur) mempunyai mekanisme dalam menyerang sel inangnya. Secara ringkas kuman tersebut bisa menginfeksi melalui 4 tahap yaitu:
Sedangkan strategi mencegahnya dengan cara :
Stadium – stadium Infeksi
Tahap Rentan
Tahap Inkubasi
Tahap Sakit / klinis
Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit
Tahap rentan
Pada tahap ini hewan masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
Tahap Inkubasi
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
1. Jenis mikroorganisme
Tahap Penyembuhan
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif:
Bakteri yang mampu masuk ke dalam sistem limfatik, paru, sumsum tulang, sistem peredaran darah akan berhadapan dengan sel-sel fagosit , diantaranya adalah sel lekosit polimorfonuklear, monosit fagositik (magrofag) dan magrofag-2 yang ada pd setiap jaringan (sistem retikuloendotelial).
Faktor hospes pada infeksi
Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat, Menduduki atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu.
Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk manusisudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang berhubungan dengan lingkungan :
Hubungan antara dua organisme yang berbeda ada berbagai bentuk diantaranya apabila salah satu dari organisme sangat tergantung dengan kelangsungan hidup organisme yang lain maka disebut sebagai parasitic.
Bentuk hubungan parasitic diantaranya adalah simbiosis, mutualistik bila kedua belah pihak saling diuntungkan. Komensalis bila salah satu diuntungkan sedang yang lain tidak dirugikan.
Bila salah satu hanya bisa hidup dalam organisme lain dan berdampak merugikan bagi organisme yang ditempati maka disebut sebagai obligat parasitic.
Hal ini berlaku juga pada hubungan vertebrata dengan mikroorganisme khususnya bakteri. Bakteri seperti Escherichia coli non patogen dan lactobacillus tertentu merupakan penghuni saluran usus halus yang hidup dari inang dan menguntungkan inang karena membantu sintesa beberapa vitamin seperti vit K, vit B2 yang dibutuhkan oleh inang.
Bentuk hubungan parasitic diantaranya adalah simbiosis, mutualistik bila kedua belah pihak saling diuntungkan. Komensalis bila salah satu diuntungkan sedang yang lain tidak dirugikan.
Bila salah satu hanya bisa hidup dalam organisme lain dan berdampak merugikan bagi organisme yang ditempati maka disebut sebagai obligat parasitic.
Hal ini berlaku juga pada hubungan vertebrata dengan mikroorganisme khususnya bakteri. Bakteri seperti Escherichia coli non patogen dan lactobacillus tertentu merupakan penghuni saluran usus halus yang hidup dari inang dan menguntungkan inang karena membantu sintesa beberapa vitamin seperti vit K, vit B2 yang dibutuhkan oleh inang.
Beberapa bakteri dari golongan kokus seperti Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit manusia yang mendapatkan makanan dari inang (kulit manusia) tetapi tidak merugikan bagi manusia.
Banyak bakteri yang merupakan parasit obligat pada saluran usus manusia dan hewan mamalia seperti Salmonella typhimurium, Escherichia coli strain patogen (ETEC, EPEC EIEC) merupakan penyebab typhus dan diare. Bakteri- bakteri tersebut menetap di lokasi tersebut untuk mendapatkan sumber makanan, sehingga mampu tumbuh dan perkembang biak.
Bakteri mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan menyebar dari inang ke inang yang lain dengan dua cara yaitu :
- Secara horisontal pada satu spesies dengan cara kontak langsung antara individu sehat dengan individu sakit, makanan yang tercemar, debu, sekreta penderita, melalui gigitan nyamuk
- Secara vertikal pada satu spesies : dari induk ke anak yang dikandung, melalui telur, air susu. Contoh Salmonellosis pada ayam akan ditularkan melalui telurnya.
Interaksi antara mikroorganisme dengan inang sangat dipengaruhi oleh kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh inang dan menyebabkan kerusakan pada jaringan inang. Mikroorganisme khususnya bakteri mempunyai beberapa mekanisme untuk dapat melakukannya yaitu dengan :
- kemampuan menginfeksi inang
- kemampuan melakukan invasi (penyebaran ke dalam jaringan inang)
- Kemampuan patogenitas ( kemampuan merusak jaringan inang
- Toksinegenitas (kemampuan memproduksi toksin)
Infeksi
Merupakan kemampuan mikroorganisme masuk dan berkembang biak dalam tubuh inang hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.
invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkancedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen – antibodi.
Pembagian Infeksi :
Macam Infeksi lainnya
Gambar. Infeksi Virus
gambar. infeksi kolera
invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkancedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen – antibodi.
Pembagian Infeksi :
- Primer : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan mikroorganisme sendiri
- Sekunder : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan, luka dan sebagainya
Macam Infeksi lainnya
- Reinfeksi :Penyakit yang mula-mula sudah sembuh tapi kemudian muncul lagi. Disebut juga “Residif”.
- Super Infeksi : Proses penyakit belum sembuh akan tetapi sudah disusul oleh infeksi yang lain. Disebut juga “infeksi Ganda”.
- Infeksius : Penyakit infeksi yang mudah menular dari seorang kepada orang lain. Disebut juga “Infeksiosa”.
- EpidemiI : Penyakit infeksi yang bersifat menular, kadang – kadang dapat menyerang orang bayak dalam waktu singkat
- Pandemi : Merupakan Epidemi yang menyebar ke Negara lain
- Endemi : Suatu penyakit yang terus – menerus secara menetap terdapat dalam daerah tertentu
- Menembus barrier tubuh inang bagian luar dan mampu masuk ke dalam sel inang,
- Mampu bertahan dan berkembang biak di dalam sel inang
Secara umum infeksi terbagi menjadi dua golongan besar
- Infeksi yang terjadi karena terpapar oleh antigen dari luar tubuh
- Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubuh atau jaringan, seperti virus HIV, karena virus tersebut tidak dapat hidup di luar tubuh.
Toksin
Bakteri patogen mempunyai kemampuan memproduksi toksin yg berfungsi sebagai alat utk merusak sel inang dan mendapatkan nutrisi yang diperlukan dari sel inangnya. Secara umum dapat dibedakan 2 macam berdasarkan proses pembentukan toksin oleh bakteri yaitu endotoksin dan eksotoksin
Perbedaan eksotoksin dan endotoksin
Eksotoksin | Endotoksin |
Diproduksi oleh sel bakteri hidup, konsentrasinya tinggi dlm media cair | Diproduksi oleh sel bakteri yang telah mati |
Tersusun atas molekul polipeptida, | Tersusun atas lipopolisakarida kompleks, dimana gugus lemak mrpk penentu tingkat toksisitasnya |
Relatif tidak stabil pada pemanasan; rusak pd >600C, toksin akan kehilangan daya toksisitasnya | Masih stabil pd 600C selama 2 jam tanpa mengubah daya toksisitasnya |
Bersifat antigenik; mampu menstimulasi membentukan antibodi. Mampu merangsang pembentukan antitoksin | Tidak bersifat antigenik, tidak mampu menstimulasi pembentukan antitoksin. Hanya mampu membentuk antibodi terhadap gugus polisakaridanya |
Bisa dibuat toksoid dgn. Penambahan formalin, asam, pemanasan dll. | Tidak dapat dibuat toksoid |
Mempunyai sifat toksisitas tinggi, fatal pd hewan coba pd dosis yg sangat kecil Dosis rendah sdh mampu menimbulkan gejala | Lebih ringan, pd dosis tinggi fatal Diperlukan dosis tinggi untuk dapat menimbulkan gejala |
Tidak menimbulkan demam pd inang | Menimbulkan demam pd inang |
Beberapa eksotoksin bakteri yang mampu menyebabkan kerusakan sel inang :
- Diphteria : Disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yg mampu tumbuh pd alat pernapasan bagian atas atau luka. C. diphteriae strain lisogenik akan memproduksi toksin pd tempat tersebut kemudian toksin akan terserap sintesa protein inang dan mengakibatkan nekrosis pd sel epitelium, otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf.
- Tetanus : Clostridium tetani dapat mengkontaminasi luka, dimana spora akan berkembang menjadi bentuk vegetatif dan memproduksi toksin yang mempunyai kemampuan merusak sistem syaraf pusat inangnya. Toksin tetanus mampu menyebabkan spasmus otot dari inang yang terinfeksi
- Botulism : Clostridium botulinummerupakan bakteri anaerob yang akan berkembang biak dalam makanan dalam kaleng kedap udara yg proses sterilisasinya tidak sempurna. Bakteri ini memproduksi neurotoksin yang mempunyai 6 tipe antigenik. Toksin akan terserap dalam usus dan masuk aliran darah menuju syaraf motoris yang mengakibatkan gejala muntah, tidak bisa menelan, paralisis organ pernafasan dan paralisis organ motoris lainnya.
- Gas gangrene : Disebabkan oleh Clostridium perfringens, dan clostridium lainnya. Gas gangrene merupakan gejala yang ditandai adanya infeksi, kerusakan jaringan yang disertai adanya timbunan gas akibat eksotoksin dari Clostridium
- Keracunan makanan akibat kontaminasi Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin pada daging, susu sapi dan produk bakery. Enterotoksin tsb sangat stabil pada pemanasan 1000C selama 2 menit. Gejala yang timbul : muntah-muntah setelah makan makanan yg terkontaminasi.
- Cholera : Vibrio cholera pada feses yang mengkontaminasi bahan makanan melalui makanan ataupun minuman akan berkembang biak dan menghasilkan enterotoksin yang mengakibatkan diare hebat
- Toxin Shock Syndrome : (STTS-1) dihasilkan oleh Staphylococcus yang berasal dari luka yang menimbulkan gejala demam tinggi, muntah, diare, bintik-2 kemerahan pada kulit
Ensim-2 ekstraseluler
Beberapa bakteri mempunyai kemampuan memproduksi substansi yang secara tidak langsung menyebabkan toksisitas tetapi berperan pada proses infeksi. Substansi tersebut adalah ensim yang tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan nutrisi dari sel inangnya. Ensim-ensim tersebut diantaranya :
- Collagenase : Diproduksi oleh bakteri Clostridium perfringens merupak ensim proteolitik yang mampu merusak jaringan kolagen
- Coagulase : Diproduksi oleh beberapa spesies Staphylococcus yang akan berikatan dengan faktor dari serum; plasma coagulat, Ensim ini bekerja membentuk lapisan fibrin di sekeliling lesi yang diakibatkan oleh infeksi Staphylococus
- Hyaluronidase : merupakan ensim yang mampu menghidrolisis asam hyaluronid yang berperan pd perlekatan jaringan penunjang dari inang. Akibat dari hyalurondase, sel penunjang menjadi terpisah-pisah sehingga bakteri mampu menyebar pada organ inangnya. Ensim ini diproduksi oleh bakteri : Staphylococcus, clostridia, streptococcus, pneumococci
- Streptokinase (fibrinolisin) : Ensim yang mampu mencairkan fibrin dari faktor pembekuan inang, sehingga bakteri dapat leluasa menyebar dalam tubuh inang.
- Hemolisin dan leukosidin : Ensim hemolisin adalah ensim yang diproduksi oleh bakteri streptococcus yang mampu menghemolisis darah (eritrosit) dari inang. Leukosidin : ensim yang mampu melisiskan sel leukosin inang.
- Protease : Ensim yang diproduksi bakteri yang mampu menghidrolisis imunoglobulin inang.
Agen infeksius
Agen pencetus infeksi terdiri atas beberapa jenis dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam menimbulkan infeksi progresif dan penyakit.
Sebagai contoh, pada satu ujung spektrum, satu mikroorganisme hidup mungkin cukup untuk menimbulkan penyakit (misal Richettsia tsutsugamushi), sedangkan mikroba lain, sejuta organisme atau lebih mungkin baru diperlukan untuk menimbulkan penyakit (misal Salmonella typhi).
Hanya dua sifat umum diperlukan oleh suatu agen infeksi agar menimbulkan penyakit.
Agen pencetus infeksi terdiri atas beberapa jenis dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam menimbulkan infeksi progresif dan penyakit.
Sebagai contoh, pada satu ujung spektrum, satu mikroorganisme hidup mungkin cukup untuk menimbulkan penyakit (misal Richettsia tsutsugamushi), sedangkan mikroba lain, sejuta organisme atau lebih mungkin baru diperlukan untuk menimbulkan penyakit (misal Salmonella typhi).
Hanya dua sifat umum diperlukan oleh suatu agen infeksi agar menimbulkan penyakit.
- Pertama, agen infeksi tersebut harus mampu melakukan metabolisme dan memperbanyak diri di dalam jaringan hospes. Agen infeksi tersebut harus mampu mendapatkan tekanan oksigen, pH yang sesuai, suhu, dan lingkungan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya.
- Kedua, agen infeksius patogen harus memiliki kemampuan untuk menahan mekanisme pertahanan hospes yang cukup lama untuk mencapai jumlah kritis yang diperlukan sehingga agen tetap dapat menimbulkan penyakit. Setiap ada gangguan dari mekanisme pertahanan hospes jelas akan membantu terjadinya proses infeksi.
Tahapan Infeksi
Kuman (bakteri, virus, protozoa maupun jamur) mempunyai mekanisme dalam menyerang sel inangnya. Secara ringkas kuman tersebut bisa menginfeksi melalui 4 tahap yaitu:
- Adhesi (menempel)
- Kolonisasi (berbiak)
- Penetrasi (masuk ke tubuh)
- Invasi (menyebar ke seluruh tubuh sambil berbiak)
Sedangkan strategi mencegahnya dengan cara :
- Hindari terjadinya penempelan dengan cara membuat permukaan kulit dan selaput mukosa dalam keadaaan mulus dan meningkatkan kekebalan permukaaan (IgA) melalui program vaksinasi live melalui tetes mata, tetes hidung maupun tetes mulut. Disamping itu pemberian vitamin seperti vitamin A D E maupun C yang banyak berperan pada proses regenerasi sel kulit dan selaput lender dan juga berperan sebagai antioxidant dan peningkatan aktivitas sel Natural kill dan sel macrofage.
- Kalau terjadi penempelan, maka yang harus ditingkatkan adalah aktivitas dan jumlah sel-sel fagosit dengan cara pemberian zat-zat yang bersifat immune booster. Penetrasi dan invasi bisa dicegah dengan cara meningkatkan antibodi (kekebalan humoral)di dalam darah melalui program vaksinasi kill dan peningkatan jumlah dan aktivitas sel fagosit dan sel-sel limfosit.
Stadium – stadium Infeksi
Tahap Rentan
Tahap Inkubasi
Tahap Sakit / klinis
Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit
Tahap rentan
Pada tahap ini hewan masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
Tahap Inkubasi
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
1. Jenis mikroorganisme
Tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang tertentu, tergantung pada agen penyebab penyakit. Kadang-kadang waktu inkubasi ini konstan, sedangkan pada beberapa penyakit lain waktu inkubasinya tidak tentu.
Pada umumnya penyakit infeksi yang berjalan akut masa inkubasinya tidak tentu. Faktor lain yang mempengaruhi konstan atau tidaknya masa inkubasi adalah tidak diketahuinya masa penularan. Pada penyakit menahun seperti penyakit TBC. Biasanya waktu inkubasi tidak jelas, karena kita tidak mengetahui kapan kontaminasi terjadi.
2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme
Kedua faktor ini berhubungan satu sama lain. Virulensi adalah kekuatan suatu mikroorganisme atau ganasnya mikroorganisme. Makin banyak mikroorganisme yang menyerang tubuh maka mikroorganisme itu lebih virulen. Jumlah mikroorganisme yang masuk tergantung dari cara penularan.
Virulensi suatu mikroorganisme dapat dilihat dari hebat atau tidaknya penyakit yang ditimbulkannya. Secara umum dapat dikatakan bahawa makin hebat gejala penyakit maka makin virulen mikroorganisme yang menyebabkannya, akan tetapi hal ini tidak selalu benar karena bagaimanapun daya tahan tubuh hewan dapat pula mempengaruhinya.
3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari mikroorganisme.
Hal ini berhubungan dengan virulensi. Mikroorganisme yang virulen akan lebih cepat berkembangbiak dan membentuk toksin, bila suasana memungkinkan.
4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme)
Hal ini dapat merubah waktu inkubasi. Pintu masuk kuman dapat dengan perantaraan getah bening, akan tetapi pintu masuk dapat langsung kedalam pembuluh darah, maka dengan demikian jalan penyakit pun akan berubah. Setelah masuk aliran darah maka terjadi sepsis.
5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah)
Secara fisiologis, tubuh hewan mempunyai suatu sistem kekebalan tubuh sebagai bentuk pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem ini disebut juga sistem imun yang melibatkan sel – sel darah putih dan jaringan lainnya. Kekuatan sistem imun salah satunya dipengaruhi oleh asupan nutrien yang adekuat, misalnya makanan tinggi protein, vitamin C, dll.
Tahap Sakit
Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan.
Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif.
Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam
Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:
Pada umumnya penyakit infeksi yang berjalan akut masa inkubasinya tidak tentu. Faktor lain yang mempengaruhi konstan atau tidaknya masa inkubasi adalah tidak diketahuinya masa penularan. Pada penyakit menahun seperti penyakit TBC. Biasanya waktu inkubasi tidak jelas, karena kita tidak mengetahui kapan kontaminasi terjadi.
Gambar. infeksi TBC
2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme
Kedua faktor ini berhubungan satu sama lain. Virulensi adalah kekuatan suatu mikroorganisme atau ganasnya mikroorganisme. Makin banyak mikroorganisme yang menyerang tubuh maka mikroorganisme itu lebih virulen. Jumlah mikroorganisme yang masuk tergantung dari cara penularan.
Virulensi suatu mikroorganisme dapat dilihat dari hebat atau tidaknya penyakit yang ditimbulkannya. Secara umum dapat dikatakan bahawa makin hebat gejala penyakit maka makin virulen mikroorganisme yang menyebabkannya, akan tetapi hal ini tidak selalu benar karena bagaimanapun daya tahan tubuh hewan dapat pula mempengaruhinya.
3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari mikroorganisme.
Hal ini berhubungan dengan virulensi. Mikroorganisme yang virulen akan lebih cepat berkembangbiak dan membentuk toksin, bila suasana memungkinkan.
4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme)
Hal ini dapat merubah waktu inkubasi. Pintu masuk kuman dapat dengan perantaraan getah bening, akan tetapi pintu masuk dapat langsung kedalam pembuluh darah, maka dengan demikian jalan penyakit pun akan berubah. Setelah masuk aliran darah maka terjadi sepsis.
5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah)
Secara fisiologis, tubuh hewan mempunyai suatu sistem kekebalan tubuh sebagai bentuk pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem ini disebut juga sistem imun yang melibatkan sel – sel darah putih dan jaringan lainnya. Kekuatan sistem imun salah satunya dipengaruhi oleh asupan nutrien yang adekuat, misalnya makanan tinggi protein, vitamin C, dll.
Tahap Sakit
Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan.
Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif.
Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam
Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:
- Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu
- Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun
Tahap Penyembuhan
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif:
- Sembuh sempurna. Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sediakala.
- Sembuh dengan cacat. Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik
- Pembawa (carier). Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan.
Carier / karier : hewan yang mengeluarkan mikroorganisme sesudah sembuh
- Karier konvalen = mengeluarkan mikroorganisme hanya pada masa penyembuhan
- Karier temporer = mengeluarkan mikroorganisme tidak lebih dari satu tahun
- Karier kronik = mengeluarkan mikroorganisme lebih dari satu tahun (terjadi pada demam tifoid)
- Ekskretor asimptomatik (karier kontak), adalah hewan-hewan yang mendapat infeksi dengan mikroorganisme tanpa menampakkan perkembangan penyakit. infeksi staphylococcus aureus, infeksi streptokokus, difteri, meningitis yang disebabkan meningokokus
- Kronis. Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah.
- Mati. Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi organ.
Pertahanan non-spesifik dari inang
Pertahanan tubuh non spesifik dari inang terdiri dari :
Barier fisik pada jalan masuk bakteri :
-Kulit
-Membran mukosa
-Fagositosis
Fungsi utama dari sel fagosit yang dimiliki inang meliputi : migrasi, kemotaksis, ingesti, microbial killing.
Bakteri yang mampu masuk ke dalam sistem limfatik, paru, sumsum tulang, sistem peredaran darah akan berhadapan dengan sel-sel fagosit , diantaranya adalah sel lekosit polimorfonuklear, monosit fagositik (magrofag) dan magrofag-2 yang ada pd setiap jaringan (sistem retikuloendotelial).
Proses fagositosis akan lebih efisien oleh adanya opsonin yang membungkus permukaan bakteri yang akan mempermudah proses penelanan oleh sek fagosit. Proses opsonisasi dapat terjadi dgn mekanisme :
- Antibodi secara mandiri dapat berfungsi dan bereaksi sebagai opsonin
- Antibodi-antigen mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik (classical pathway).
- Opsonin dapat mengaktifkan jalur alternatif pathway
Pertahanan tubuh spesifik
Pertahanan tubuh spesifik terdiri dari pertahanan tubuh alami dan pertahanan tubuh secara dapatan
Pertahanan tubuh alami (Natural immunity)
Merupakan system pertahanan tubuh yang secara alamiah sudah dimiliki oleh individu atau spesies tersebut. Misalnya parvovirus pada anjing tidak bisa menyerang manusia dan lain sebagainya. Pertahanan tubuh alami dipengaruhi oleh :
- Spesies.
- Ras
- Resistensi individu
- Umur
- Hormonal dan pengaruh metabolisme
Pertahanan tubuh dapatan
Pertahanan tubuh dapatan secara pasif.
Pertahanan tubuh dapatan pasif merupakan pertahanan tubuh yang tidak secara aktif terbentuk akibat respon imán inang tetapi akibat adanya tindakan dari luar seperti :
- Antibodi yang diberikan oleh induk ke fetus atau bayi selama proses menyusui
- Penyuntikan antiserum (serum yang mengandung antibodi spesifik)
Pertahanan tubuh aktif
Merupakan pertahanan tubuh yang terbentuk akibat adanya rangsangan dari luar, misalnya akibat vaksinasi, terinfeksi suatu penyakit. Antigen yang masuk ke dalam tubuh inang yang sehat akan mengakibatkan tubuh memnerikan respon dengan membentuk antibodi spesifik terhadap antigen tersebut
- Humoral immunity. Humoral immunity atau pertahanan tubuh humoral merupakan pertahanan tubuh yang terbentuk akibat respon imun yang memicu terbentuknya antibodi
- Cellullar Immunity. Merupakan imunitas yang diaktifkan oleh sel limfosit B dan T
Faktor hospes pada infeksi
Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat, Menduduki atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu.
Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk manusisudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang berhubungan dengan lingkungan :
Batas utama antara lingkungan dan tubuh hewan adalah kulit. Kulit yang utuh memiliki lapisan keratin atau lapisan tanduk pada permukaan luar dan epitel berlapis gepeng sebagai barier meanis yang baik sekali terhadap infeksi. Namun jika terjadi luka iris, abrasi atau maserasi (seperti pada lipatan tubuh yang selalu basah) dapat memungkinkan agen menular masuk.
Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri. Pada dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan bahwa mereka tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit mengelupas. Dekontaminasi kimiawi terjadi karena tubuh berkeringat dan sekresi kelenjar sebasea sehingga membersihkan kulit dari kuman. Flora normal yang terdapat pada kulit menimbulkan dekontaminasi biologis dengan menghalangi pembiakan organisme – organisme lain yang melekat pada kulit.
Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri. Pada dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan bahwa mereka tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit mengelupas. Dekontaminasi kimiawi terjadi karena tubuh berkeringat dan sekresi kelenjar sebasea sehingga membersihkan kulit dari kuman. Flora normal yang terdapat pada kulit menimbulkan dekontaminasi biologis dengan menghalangi pembiakan organisme – organisme lain yang melekat pada kulit.
- Saluran pencernaan
- Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik. Sering terjadi defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti pada proses infkesi sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak mikroorganisme. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi, disamping lambung cenderung memindahkan isinya ke usus halus dengan proses yang relatif cepat.
- Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah dapat ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus berlangsung cepat sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit.
- Lapisan dalam usus besar secara mekanis juga tidak baik. Pada tempat ini pendorongan tidak cepat dan terdapat stagnasi relatf dari isi usus. Pertahanan utma melawan jasad renik adalah melalui banyaknya flora normal yang menghuni usus besar dan hidup berdampingan dnegan hospes. Bakteri normal yang banyak ini berkompetisi untuk mendapatkan makanan atau mereka benar-benar mengeluarkan substansi antibakteri (antibiotik).
- Saluran pernafasan
Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan bronkus, terdiri dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi sebagian besar diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka.
Tonjolan-tonjolan kecil ini bergetar seperti cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar tubuh. Jika jasad renik terhirup, mereka cenderung menegnai selimut mukosa yang dihasilkan dari mukus, untuk digerakkan keluar dan atau dibatukkan atau ditelan.
Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa agen menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru, maka disana selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain.
Sawar pertahanan lain
Radang
Jika agen menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan memasuki jaringan, maka barisan pertahanan berikutnya adalah reaksi peradangan akut yaitu aspek humoral (antibodi) dan aspek seluler pertahanan tubuh bersatu.
Pembuluh limfe
Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan cepat sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadang-kadang menyebabkan limfangitis, tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar limfe, dimana mereka dengan cepat difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen tersebut.
Pertahanan terakhir (vena primer)
Jika penyebaran agen menular tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika agen tersebut langsung memasuki vena ditempat primernya, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah.
Ledakan bakteri didalam aliran darah sebenarnya tidak jarang terjadi, dan peristiwa yang dinamakan bakteremia ini biasanya ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit – makrofag.
Septikemia atau keracunan darah terjadi jika kondisi bakteremia berlanjut yang mengakibatkan organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan cukup resisten sehingga sistem makrofag ditaklukkan. Organisme yang menetap ini menimulkan gejala malaise, kelemahan, demam, dll.
Pada kondisi yang parah yang disebut septikopiemia atau disingkat piemia, dimana organisme mencapai jumlah yangs edemikan besarnya sehingga mereka bersirkulasi dalam gumpalan-gumpalan dan mengambil tempat pada banyak organ dan menimbulkan banyak sekali mikroabses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar