Embriologi & Genetik

[Embriologi & Genetik][bsummary]

vehicles

[vehicles][bigposts]

business

[Embriologi & Genetik][twocolumns]

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali

Penyebaran Sapi Bali

Sapi bali merupakan hasil domestikasi banteng (Bos (Bibos) banteng) adalah jenis sapi yang unik, dan sampai saat ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional baluran, dan Taman Nasional Ujung Kulon yang berada di ujung barat pulau jawa. 

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
Sapi bali


Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah lama didomestikasi suku bangsa Bali yang ada di pulau Bali dan sekarang telah tersebar di berbagai daerah yang ada di Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa Timur.  Selain di Indonesia, sapi bali juga dapat ditemukan di Malaysia dan Australia.

 Sapi bali dibawa ke Australia oleh imigran asal Eropa yang datang ke Australia sekitar tahun 1827, akan tetapi pada tahun 1849 masyarakat Eropa tersebut hengkang dari pemukimannya dan sapi bali dibiarkan bebas dan berkembang secara alami dan sampai tahun 1961 populasinya tercatat sekitar 2000 ekor.

Dari Pulau Bali yang dipandang sebagai pusat perkembangan sekaligus pusat bibit, sapi Bali menyebar dan berkembang hampir ke seluruh pelosok nusantara. Penyebaran sapi Bali di luar Pulau Bali yaitu ke Sulawesi Selatan pada tahun 1920 dan 1927, ke Lombok pada abad ke-19, ke Pulau Timor pada tahun 1912 dan 1920. 

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
penyebaran sapi bali dan sapi lainya di Indonesia

Selanjutnya sapi Bali berkembang sampai ke Malaysia, Philipina dan Ausatralia bagian Utara. Sapi Bali juga pernah diintroduksi ke Australia antara 1827-1849.

Populasi sapi Bali yang merupakan bangsa sapi asli Indonesia, berasal dari hasil domestikasi terus menerus banteng liar Bos sondaicus (Bos banteng). Populasinya saat ini ditaksir sekitar 526.031 ekor. 

Kekhawatiran akan terus menurunnya populasi sapi Bali dipicu oleh kenyataan bahwa selama krisis ekonomi, tingkat permintaan sapi lokal meningkat seiring mahalnya harga daging sapi impor. Sejumlah besar sapi Bali hidup dikirim ke beberapa kota bear di pulau Jawa menjadi sering terlihat belakangan ini. Sedikitnya 50.000 ekor sapi Bali setiap tahunnya dikapalkan ke luar propinsi Bali.

Selain sapi Bali, bangsa sapi lokal lainnya adalah sapi Grati, sapi Madura dan sapi Peranakan Ongole (keturunan hasil persilangan antara sapi Ongole jantan dan sapi betina Jawa). 

Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos sondaicus dan Bos indicus, ciri-ciori fenotipik punduk diperoleh dari B. indicus, sedangkan warna kulit coklat atau merah bata sama dengan B. sondaicus. 

Dari jumlah total populasi sapi lokal sebanyak 12.000.000 ekor, 500.000 ekor merupakan tipe sapi perah dan sisanya 11.500.000 ekor tergolong tipe sapi potong. Perkiraan pertambahan populasi sebanyak 3.500.000 ekor per tahun.

Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. 

Peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai feritiliast tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. 

Fertilitas sapi Bali berkisar 83 - 86 %, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 %. Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280 - 294 hari, rata-rata persentase kebuntingan 86,56 %, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65 %, persentase kelahiran 83,4 %, dan interval penyapihan antara 15,48 - 16,28 bulan.

Tabel 1. Penampilan Sapi Bali dengan Pemberian Pakan Konsentrat Selama 154 Hari. (Performance of Bali Cattle Feeding with Concentrate Feed for 154 Days)
Parameter
Nilai (Value)
Rata-rata Berat Hidup (kg)
Average Live Weight (kgs)
334.7
Konsumsi Pakan Bahan Kering (kg/ekor/hari)
Dry Matter Feed Consumption(kg/head/day)
6.02
Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian (kg/ekor/hari)
Average Daily Gain (kg/head/day)
0.66
Nisbah Konversi Pakan
Feed Convertion Ratio
9.12
Kecernaan Bahan Kering (%)
Organic Matter Digestibility (%)
86.60

Catatan : Pada penelitian di Institut Pertanian Bogor, sapi Bali dengan berat awal 250 kg dibagi dalam 2 tahap perlakuan pakan. Tahap pertama diberikan rumput selama 3 bulan, diikuti pemberian campuran rumput dan konsentrat selama 154 hari, secara nyata meningkatkan berat badan sebanyak 50 kg.


Kekhasan Fisik Sapi Bali

Bentuk tubuh sapi Bali menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuhnya lebih kecil akibat proses domestikasi. 

Secara umum ukuran badan sapi bali termasuk kategori sedang dengan bentuk badan memanjang, dada dalam, badan padat dengan perdagingan yang kompak, kepala agak pendek, telinga berdiri dan dahi datar, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping.  Kulitnya berwarna merah bata, cermin hidung, kuku, dan bulu ujung ekornya (switch) berwarna hitam.  

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
Sapi bali jantan dan betina

Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih (white stocking).  Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut tampak berbentuk oval (white mirror).  

Pada punggung sapi bali selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.

Bulu sapi Bali umumnya pendek, halus dan licin. Sapi Bali betina memiliki tanduk tetapi ukurannya lebih kecil dari sapi Bali jantan. 


Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
Sapi Bali jantan dewasa dan pedet

Umumnya tanduk berukuran besar, runcing dan tumbuh agak ke bagian luar kepala dengan panjang untuk sapi jantan antara 25-30 cm dengan jarak anata kedua ujung tanduk 45-65 cm. Sapi Bali jantan dan betina tidak memiliki punuk dan seolah tidak bergelambir.

Ukuran tubuh sapi Bali termasuk dalam kategori sedang dimana sapi Bali betina lebih kecil dibandingkan dengan jantan. 

Ukuran tubuh sapi Bali juga sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan di daerah pengembangan. Sebagai gambaran umum ukuran tubuh yang dilaporkan Pane (1990) dari empat lokasi berbeda (Bali, NTT, NTB dan Sulawesi selatan) diperoleh rataan tinggi gumba antara 122-126 cm (jantan) dan 105-114 cm (betina); panjang badan 125-142 cm (jantan) dan 117-118 cm (betina); lingkar dada 180-185 cm (jantan) dan 158-160 cm (betina). Rataan ukuran tubuh lainnya tinggi panggul 122 cm, lebar dada 44 cm, dalam dada 66 cm, lebar panggul 37 cm

a.  Sapi Jantan

Sapi bali jantan  berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi bali betina.  Warna bulu sapi jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam, setelah sapi dewasa kelamin atau pada umur 1,5 tahun dan berakhir pada umur tiga tahun.  

Warna hitam dapat berubah kembali menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri sebelum pubertas.  

Perubahan warna mulai dialami dari bagian belakang tubuh dan menjalar ke depan. Perubahan itu berlangsung selama sekitar empat bulan dan sapi bali jantan itu tidak pernah menjadi hitam jika sapi itu dikebiri sebelum pubertas.

b.  Sapi Betina

Sapi bali betina semestinya berwarna merah bata, ada pula yang berwarna hitam (sapi injin), dan sapi injin ini bisa beranak dengan warna normal.  

Ketika baru lahir, anak sapi (pedet atau godel) sapi bali baik jantan maupun betina, berwarna keemasan atau merah kecoklatan dan pada bagian dorsal kakinya terdapat noktah yang berwarna jauh lebih muda jika dibandingkan dengan warna kulit di bagian tubuh lainnya.

Disamping pola warna yang umum dan standar, pada sapi Bali juga ditemukan beberapa pola warna yang menyimpang, yaitu:
  1. Sapi injin adalah sapi Bali yang warna bulu tubuhnya hitam sejak kecil, warna bulu telinga bagian dalam juga hitam, pada yang jantan sekalipun dikebiri tidak terjadi perubahan warna;
  2. Sapi mores adalah sapi Bali yang semestinya pada bagian bawah tubuh berwarna putih tetapi ada warna hitam atau merah pada bagian bawah tersebut;
  3. Sapi tutul adalah sapi Bali yang bertutul-tutul putih pada bagian tubuhnya;
  4. Sapi bang adalah sapi Bali yang kaos putih pada kakinya berwarna merah;
  5. Sapi panjut adalah sapi Bali yang ujung ekornya berwarna putih;
  6. Sapi cundang adalah sapi Bali yang dahinya berwarna putih.


Karakteristik umum sifat-sifat reproduksi sapi Bali 

Umur dewasa kelamin rata-rata 18-24 bulan untuk betina dan 20-26 bulan untuk jantan ; umur kawin pertama betina 18-24 bulan dan jantan 23-28 bulan; beranak pertama kali 28-40 bulan dengan rataan 30 bulan dengan lama bunting 285-286 hari, dan jarak beranak 14-17 bulan dengan persentase kebuntingan 80-90% dan persentase beranak 70-85%. 

Rata-rata siklus estrus adalah 18 hari, pada sapi betina dewasa muda berkisar antara 20 – 21 hari, sedangkan pada sapi betina yang lebih tua antara 16-23 hari  selama 36 – 48 jam berahi dengan masa subur antara 18 – 27 jam, dan menunjukkan birahi kembali setelah beranak antara 2-4 bulan. 

Sapi Bali menunjukkan estrus musiman (seasonality of oestrus), 66% dari sapi Bali menunjukkan estrus pada bulan Agustus – januari dan 71% dari kelahiran terjadi bulan Mei – Oktober dengan sex ratio kelahiran jantan : betina sebesar 48,06% : 51,94%. 

Persentase kematian sebelum dan sesudah disapih pada sapi Bali berturut-turut adalah 7,03% dan 3,59%. Persentase kematian pada umur dewasa sebesar 2,7%.

Berat lahir sapi Bali untuk anak betina sebesar 15,1 kg dan 16,8 kg untuk anak jantan dengan kisaran 12-17 kg, di Malaysia sebesar 16,7 kg dan Australia sebesar 16-17 kg. 

Sedangkan berat lahir sapi Bali pada pemeliharaan dengan mono kultur padi, pola tanam padi-palawija dan tegalan masing-masing sebesar 13,6, 16,8 dan 17,3 kg Berat sapih kisaran antara 64,4-97 kg, untuk sapih jantan sebesar 75-87,6 kg dan betina sebesar 72-77,9 kg; 74,4 kg di Malaysia; 82,8 kg pada pemeliharaan lahan sawah, 84,9 kg dengan pola tanam padi – palawija, 87,2 kg pada tegalan. 

Berat umur setahun berkisar antara 99,2-129,7 kg dimana sapi betina sebesar 121-133 kg dan jantan sebesar 133-146 kg. 

Berat dewasa berkisar antara 211-303 kg untuk ternak betina dan 337-494 kg untuk ternak jantan. Sedangkan pertambahan bobot badan harian sampai umur 6 bulan sebesar 0,32-0,37 kg dan 0,28-0,33 kg masing-masing jantan dan betina. 

Pertambahan bobot badan pada berbagai manajemen pemeliharaan antara lain pemeliharaan tradisional sebesar 0,23-0,27 kg ; penggembalaan alam sebesar 0,36 kg ; perbaikan padang rumput sebesar 0,25-0,42 kg ; pemeliharaan intensif sebesar 0,87 kg.

Sapi Bali memiliki sedikit lemak, kurang dari 4% ( tetapi persentase karkasnya cukup tinggi berkisar antara 52-60% dengan perbandingan tulang dan daging sangat rendah; komposisi daging 69-71%, tulang 14-17% lemak 13-14%.

Keunggulan Sapi Bali

Sapi bali adalah salah satu bangsa sapi unggul di Indonesia. Keunggulan sapi ini tampak pada hidupnya yang sederhana, mudah dikendalikan dan jinak. 

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
Peternakan sapi bali

Sapi bali dapat hidup hanya dengan memanfaatkan hijauan yang kurang gizi, tidak seselektif dalam memilih makanan dan memiliki daya cerna yang baik serta daya adaptasi yang tinggi.

Beberapa kelemahan sapi Bali

Sapi Bali ternyata memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap beberapa jenis penyakit. Sapi Bali sangat peka terhadap penyakit Jembrana/Ramadewa dan Malignant Catarrhal Fever (MCF). 

Penyakit Jembrana hanya menyerang sapi Bali, selain pernah terjadi di Propinsi Bali, pernah juga terjadi di Propinsi Lampung, Sumatera Selatan (disebut penyakit Ramadewa) dan Jawa Timur (disebut Penyakit Banyuwangi). 

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
Gejala penyakit Jembrana

Daging sapi Bali mempunyai kandungan lemak yang rendah dan tanpa marbling. Aspek ini ditambah dengan tekstur yang alot dan warna yang gelap menjadi kelemahan jika daging sapi Bali dipergunakan sebagai bahan untuk steak, slice-beef, sate dan daging asap, karena kurang disukai oleh konsumen. 

Bagi industri pengolahan daging, warna daging yang gelap dan citarasa yang kuat yang dimiliki sapi Bali sangat diperlukan untuk pembuatan sosis, burger, daging kalengan, dan lain-lain.

Peranan sapi bali

Sapi bali ini mempunyai kedudukan sangat penting dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. 

Sapi Bali mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat selain sebagai penghasil daging, petani kecil memanfaatkannya sebagai ternak kerja, penghasil pupuk, dan tabungan. 

Di Pulau Bali, sapi Bali digunakan untuk pariwisata upacara keagamaan seperti acara ”gerumbungan” atau lomba adu sapi, balapan sapi (makepung), dan upacara ”Pitra Yadnya” atau sarana pengantar roh ke surga khususnya sapi Bali yang berwarna putih

Pelestarian dan Pengembangan Sapi Bali
Makepung

Masyarakat memanfaatkan sapi bali sebagai penghasil pupuk, tenaga kerja, tabungan, bahan baku industri, komuditas perdagangan antar pulau, symbol status, hewan qurban, hingga keperluan pendukung keperluan pariwisata. 

Memilih Bibit Sapi Bali

Kriteria dalam pemilihan sapi bali dikelompokkan berdasarkan tampilan pada bagian-bagian tubuh sapi. Diantaranya :

  1. Kepala yang meliputi bentuk tanduk, mata, dan telinga.
  2. Badan sapi. Sapi yang dipilih adalah sapi yang memiliki dada yang dalam dan besar. selain itu yang harus diperhatikan adalah bentuk gumba, punggung serta perut.
  3. Kaki sapi. Kaki yang baik adalah kaki yang memiliki balung yang besar dan kokoh, serta bentuk kuku.
  4. Bulu dan kulit sapi. Pada pedet bulu yang dipilih adalah bulu yang kasar sedangkan yang dewasa bulu yang halus, dan lembut. Sedangkan kulit adalah kulit yang longgar apabila dicubit.
  5. Ekor sapi. Orang bali tidak menyukai sapi panjut.


Referensi

Batan, I Wayan. 2006. Sapi Bali Dan Penyakitnya. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Bali

Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Djarsanto. 1997. Kebijaksanaan Pelestarian Ternak Asli Indonesia Dalam Rangka Mendukung Pengembangan Perbibitan Ternak Nasional. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Januari 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm. 182-185. 

National Research Council. 1983. Little-Konwn Asian Animals with a Promising Economic Future. Washington, D.C. National Academic Press.

Payne, W.J.A. and Rollinson, D.H.L. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev. 7, 13–21

Payne, W.J.A. and J. Hodges. 1997. Tropical Cattle; Origin, Breeds, and Breeding Policies. Blackwell Sciences.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar