PARATUBERCULOSIS (Johne Disease)
Paratuberculosis atau Johne disease disebabkan karena infeksi Mycobacterium avium subsp. paratuberculosis (MAP) yang umumnya menyerang ruminansia besar seperti sapi. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini, pertama kali ditemukan pada sapi perah oleh Dr. Heinrich A. Johne pada tahun 1895, di Jerman. Selanjutnya penyakit tersebut juga dinamakan Johne’s disease (JD). Meskipun tidak berkembang biak pada lingkungan, namun MAP dapat hidup dalam tanah dan air selama lebih dari satu tahun, dalam keadaan dingin atau kering. Pada sapi penyakit ini dapat mengakibatkan enteritis, peradangan usus kecil yang mengakibatkan penebalan dan pelipatan usus hewan yang terinfeksi.
Etiologi
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP) adalah bakteri berbentuk batang, tahan asam atau acid fast bacilli (AFB), berukuran kecil (0,5 – 1,5 mikron) dan membentuk kelompok (3 atau lebih bacilli). Mycobacterium avium subsp. aviummenyebabkan infeksi melalui usus dengan masa inkubasi lama (1 – 3 tahun) dan mengakibatkan gejala penyakit yang berbeda yaitu granuloma enteritis menahun.
Pada kejadian infeksi yang menahun (kronis), bagian distal usus kecil (ileum) merupakan tempat bersarangnya bakteri MAP. Ileum merupakan target utama MAP karena pada dinding usus ileum terkandung Peyer’s patches, yaitu sejumlah kantong kantong jaringan limfoid, yang cocok untuk perkembangbiakannya.
Gejala klinik dan gambaran patologi anatomi
Anak sapi atau sapi muda lebih peka terhadap infeksi paratuberkulosis dibandingkan dengan dengan sapi dewasa. Gejala klinik paratuberkulosis pada sapi biasanya muncul setelah hewan berumur lebih dua tahun. Pada awal infeksi tidak menunjukkan gejala klinik sakit (subklinis). Lebih lanjut dapat terjadi diare secara intermittentnamun kondisi fisik sapi nampak gemuk dan sehat. Pada kejadian infeksi yang ekstrim, hewan mengalami edema sub mandibulla (bottle jaw), kelemahan, bulu kasar dan kulit kering, diare profuse, feses cair, tidak terjadi demam dan nafsu makannya normal merupakan ciri khas penyakit ini.
Gambaran patologi anatomi dari paratuberkulosis enteritis granulomatosa kronik , limfadenitis regional, limfangitis intestinal kronis, limph-adenopathy mesenterium. pembengkakan limfoglandula, dan penebalan pada mukosa usus (ileum) merupakan ciri utama kelainan patologik dari paratuberkulosis. Secara mikroskopik terlihat jaringan granulomato tanpa disertai perkejuan, ditemukan adanya satu atau lebih bakteri tahan asam atau acid-fast bacilli (AFB), dan infiltrasi sel radang neutrofil.
Penularan
Penularan paratuberkulosis dapat melalui 3 cara melalui alat kandang yang terkontaminasi, colostrum, dan melaui fetus (abortusan).
Diagnosis
Diagnosis paratuberkulosis dapat dilakukan berdasarkan pengamatan gejala klinik di lapangan lalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan feses secara mikroskopik, kultur feses, dan uji DNA dan PCR serta diagnosis secara serologis meliputi : Complement Fixation Test
(CFT), AGID (spesifisitas 95%), ELISA (untuk screening kelompok ternak), DNA Probe (sampel feses), kultur jaringan feses (sampel feses), dan histopatologi.
Diagnosa banding adalah penyakit parasiter (nematodiasis, fasciolosis, coccidiosis), Bovine Virus Diarrhea (BVD), defisiensi tembaga (copper), kegagalan fungsi hati, defisiensi selenium, dan salmonellosis.
Masalah dan pengendalian
Masalah pada industri peternakan meliputi: a) pengafkiran sapi secara dini (premature culling), b) penurunan produksi daging dan susu dilaporkan dapat mencapai (5 – 25%), c) kehilangan nilai jual hewan dan produknya serta potensi genetiknya pada usaha pembibitan, dan d) penambahan biaya eksploitasi pemeliharaan kesehatan hewan dan tidak dapat diekspor ke negara bebas paratuberkulosis. Paratuberkulosis dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat, yaitu penyakit Crohn (Crohn’s disease/CD) pada manusia. Crohn’s disease adalah penyakit peradangan kronik pada usus (ileum dan kolon), biasanya terjadi pada orang yang berusia 10 – 20 tahun.
Tindakan pengendalian meliputi : memisahkan sapi yang terinfeksi, proteksi pada anak sapi dan sapi muda dengan vaksinasi, dan mencegah pakan dan minuman sapi dari kontaminasi feses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar