Fowl Cholera (Pasteurolosis) pada Unggas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring pembangunan di bidang peternakan, peternakan unggas mendapatkan perhatian lebih besar dibanding dengan bidang peternakan yang lain. Saat ini ternak unggas masihmerupakan komoditi terbesar daripada industri ternak lain seperti sapi, kuda, dan kelompok hewan kecil. Pengelolaan peternakan unggas tidak lepas dari kendala yang dihadapi salah satunya adalah kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen penyakit.
Ada banyak jenis agen penyakit penyebab terganggunya peternakan ayam di Indonesia, seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Bakteri sering dijumpai sebagai penyebab paling tinggi bila dibandingkan dengan virus atau penyebab lainnya.
Salah satunya seperti Escherichia coli(penyebab colisepticemia) dan Pasteurella multocida (penyebab kolera). Umumnya hampir semua jenis unggas dapat tertular. Selain itu, penyakit ini dapat muncul karena buruknya manajemen unggas.
Ada banyak jenis agen penyakit penyebab terganggunya peternakan ayam di Indonesia, seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Bakteri sering dijumpai sebagai penyebab paling tinggi bila dibandingkan dengan virus atau penyebab lainnya.
Salah satunya seperti Escherichia coli(penyebab colisepticemia) dan Pasteurella multocida (penyebab kolera). Umumnya hampir semua jenis unggas dapat tertular. Selain itu, penyakit ini dapat muncul karena buruknya manajemen unggas.
Kedua kejadian ini mempunyai arti ekonomi penting bagi industri perunggasan karena dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan produksi, peningkatan jumlah unggas yang diafkir, penurunan kualitas karkas dan telur, serta penurunan kualitas anak.
Sehingga sangatlah penting bagi pemilik usaha peternakan untuk memperbaiki manajemen seperti desinfeksi peralatan, vaksinasi, dan biosecurity.
Sehingga sangatlah penting bagi pemilik usaha peternakan untuk memperbaiki manajemen seperti desinfeksi peralatan, vaksinasi, dan biosecurity.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Kolera pada unggas ?
1.2.2 Bagaimana etiologi Kolera pada unggas ?
1.2.3 Bagaimana epidemiologi Kolera pada unggas ?
1.2.4 Bagaimana gejala klinis Kolera pada unggas ?
1.2.5 Bagaimana patologi anatomi Kolera unggas ?
1.2.6 Bagaimana histopatologi pada Kolera unggas ?
1.2.7 Bagaimana diagnostik Kolera pada unggas ?
1.2.8 Bagaimana pencegahan dan penanganan Kolera pada unggas ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyakit Unggas
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian Fowl Kolera
1.3.3 Untuk mengetahui epidemiologi Fowl Kolera
1.3.4 Untuk mengetahui gejala klinis Fowl Kolera
1.3.5 Untuk mengetahui patologi anatomi Fowl Kolera
1.3.6 Untuk mengetahui histopatologi Fowl Kolera
1.3.7 Untuk mengetahui diagnostik Fowl Kolera
1.3.8 Untuk mengetahui pencegahan dan penanganan Fowl Kolera
BAB II
PEMBAHASAN
Kholera unggas (Fowl Cholera) adalah penyakit akut atau kronis yang menyerang unggas, seperti ayam, itik, angsa, kalkun, merpati dan burung liar yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida(P. multocida).
Penyakit ini sangat infeksius dan bertahan lama di lingkungan sehingga mempunyai nilai ekonomis tinggi bagi peternakan ayam petelur/pedaging di seluruh dunia. Wabah akut yang berhubungan dengan stres menejemen atau lingkungan dapat menyebabkan penurunan produksi telur pada ayam petelur.
Pada ayam pembibit menyebabkan aktivitas kawin berkurang sehingga menurunkan fertilitas dan pada gilirannya akan menurunkan jumlah anak ayam per indukan.
Penyakit ini sangat infeksius dan bertahan lama di lingkungan sehingga mempunyai nilai ekonomis tinggi bagi peternakan ayam petelur/pedaging di seluruh dunia. Wabah akut yang berhubungan dengan stres menejemen atau lingkungan dapat menyebabkan penurunan produksi telur pada ayam petelur.
Pada ayam pembibit menyebabkan aktivitas kawin berkurang sehingga menurunkan fertilitas dan pada gilirannya akan menurunkan jumlah anak ayam per indukan.
2.1 Etiologi
Kolera unggas disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida yang memiliki ciri-ciri Gram negatif, oksidasi positif, non-motil, tidak membentuk spora, bentuk batang atau cocoid, non-motil, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, dan dapat menghemolisa sel darah merah. Bakteri ini memiliki kapsul yang menentukan tingkat virulensi dan ketahanannya terhadap obat.
Bakteri ini juga menghasilkan endotoksin dari strain virulen mupun tidak virulen. Pasteurella multocida tahan hidup didalam tanah dan litter (alas kandang) beberapa bulan. Namun demikian, bakteri ini dapat dibunuh dengan desinfektan dan sinar matahari langsung.
Bakteri ini juga menghasilkan endotoksin dari strain virulen mupun tidak virulen. Pasteurella multocida tahan hidup didalam tanah dan litter (alas kandang) beberapa bulan. Namun demikian, bakteri ini dapat dibunuh dengan desinfektan dan sinar matahari langsung.
Pada ayam dewasa lebih sensitif/peka terhadap infeksi kuman ini dibanding pada ayam muda sehingga sering kasus terjadi pada peternakan ayam pembibitan. Sedangkan jika diukur dari tingkat kerentanannya, kalkun lebih peka dibanding ayam terhadap infeksi kolera unggas.
Kuman Pasteurella multocida penyebab kolera unggas (KU) berdasarkan komponen antigen kapsulanya dapat dibedakan menjadi 5 sero-grup yaitu A, B, D, E dan F dan terdapat 16 strain (sero-tipe) berdasarkan struktur Lipopolysaccharide (LPS) pada dinding selnya. Penyebab utama kolera unggas biasanya berasal dari strain A:1, A:3 atau A:4.
Kuman Pasteurella multocida penyebab kolera unggas (KU) berdasarkan komponen antigen kapsulanya dapat dibedakan menjadi 5 sero-grup yaitu A, B, D, E dan F dan terdapat 16 strain (sero-tipe) berdasarkan struktur Lipopolysaccharide (LPS) pada dinding selnya. Penyebab utama kolera unggas biasanya berasal dari strain A:1, A:3 atau A:4.
2.2 Epidemiologi
Kejadian kolera unggas di Indonesia lebih bersifat sporadik di daerah peternakan ayam pedaging, petelur, dan pembibitan. Penyakit lebih banyak menyerang unggas terutama kalkun pada umur dewasa (12 minggu).
Wabah penyakit dihubungkan dengan faktor pemicu stress seperti fluktuasi cuaca, kelembaban lingkungan, dan perlakuan vaksinasi yang tidak bena, transportasi, pergantian pakan mendadak, dan penyakit immunosupresif.
Wabah penyakit dihubungkan dengan faktor pemicu stress seperti fluktuasi cuaca, kelembaban lingkungan, dan perlakuan vaksinasi yang tidak bena, transportasi, pergantian pakan mendadak, dan penyakit immunosupresif.
Penularan penyakit Fowl Cholera dapat melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Kontak langsung melalui leleran hidung, mulut, dan mata unggas terinfeksi. Sedangkan kontak tidak langsung melalui pakan, air, dan peralatan terkontaminasi serta melaui vektor P. Multocida seperti tikus Rattus norvegicus.
Gambar 1.
Ilustrasi mekanisme Penularan Fowl Cholera
Awal mula kuman P. multocida masuk kedalam kandang ternak ayam sulit dideteksi.Tetapi apabila sudah berada di dalam salah kelompok/flockmaka penyebaran lewat ayam yang terinfeksi sangat mudah terjadi.
Rute penularan infeksi KU dapat terjadi via ingesti kuman dari air atau makanan yang tercemar, inhalasi udara yang tercemar dan penularan langsung dari ayam ke ayam lainnya. Lingkungan sekitar dapat tercemar kuman P. multocida dari peralatan dan ayam-ayam yang mati pada infeksi sebelumnya.
Dapat dikatakan selama ini, penyebab utama infeksi pada satu kandang/flock berasal dari infeksi sebelumnya (kronis). Hewan liar seperti burung sawah, tikus dan serangga (kutu) merupakan hospes antara (intermediet) yang potensial menyebarkan penyakit.
Selain itu pekerja kandang juga sumber penyebaran, baik melalui ludah dan ingus yang sembarangan di sekitar kandang. Peralatan dan pakan yang tercemar dapat menjadi sumber penularan apabila tidak dilakukan desinfeksi dan cara penyimpanan yang baik. Sejauh ini, kolera unggas diketahui tidak menular secara horizontal dari induk ke anaknya.
Rute penularan infeksi KU dapat terjadi via ingesti kuman dari air atau makanan yang tercemar, inhalasi udara yang tercemar dan penularan langsung dari ayam ke ayam lainnya. Lingkungan sekitar dapat tercemar kuman P. multocida dari peralatan dan ayam-ayam yang mati pada infeksi sebelumnya.
Dapat dikatakan selama ini, penyebab utama infeksi pada satu kandang/flock berasal dari infeksi sebelumnya (kronis). Hewan liar seperti burung sawah, tikus dan serangga (kutu) merupakan hospes antara (intermediet) yang potensial menyebarkan penyakit.
Selain itu pekerja kandang juga sumber penyebaran, baik melalui ludah dan ingus yang sembarangan di sekitar kandang. Peralatan dan pakan yang tercemar dapat menjadi sumber penularan apabila tidak dilakukan desinfeksi dan cara penyimpanan yang baik. Sejauh ini, kolera unggas diketahui tidak menular secara horizontal dari induk ke anaknya.
Jalannya penyakit (patogenesis) penyakit kolera unggas secara molekuler belum diketahui mekanismenya. Secara ringkas, pada saat kuman P. multocida berhasil masuk kedalam flock maka infeksi akan segara terjadi dengan konsentrasi kuman di saluran pernafasan atas, mulai dari rongga mulut (paruh), trakea dan sekitar mata.
Ayam yang terinfeksi secara kronis oleh infeksi sebelumnya mempunyai peran penting sebagai sumber penularan dalam satu flock karena akan mengeluarkan kotoran/feses yang mengandung kuman selama berada dalam kelompok kandang tersebut.
Ayam yang terinfeksi melalui paruh masuk ke trakea dan paru, maka kuman P. multocida akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan berbiak secara cepat di dalam hati/limfa dan beredar di dalam darah (bakterimia).
Kuman dalam darah ini sangat menentukan jalannya penyakit, karena komponen kapsula dan komponen LPS (Pcho residu) sebagai penentu virulensi terhadap respon imunitas diperantarai komplemen dan fagositosis pada ayam yang bersangkutan.
Faktor-faktor predisposisi yang memudahkan kejadian penyakit, antara lain : perubahan pakan secara drastis, malnutrisi, transportasi, pengaruh iklim, moulting maupun pengaruh infestasi parasit cacing.
Ayam yang terinfeksi secara kronis oleh infeksi sebelumnya mempunyai peran penting sebagai sumber penularan dalam satu flock karena akan mengeluarkan kotoran/feses yang mengandung kuman selama berada dalam kelompok kandang tersebut.
Ayam yang terinfeksi melalui paruh masuk ke trakea dan paru, maka kuman P. multocida akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan berbiak secara cepat di dalam hati/limfa dan beredar di dalam darah (bakterimia).
Kuman dalam darah ini sangat menentukan jalannya penyakit, karena komponen kapsula dan komponen LPS (Pcho residu) sebagai penentu virulensi terhadap respon imunitas diperantarai komplemen dan fagositosis pada ayam yang bersangkutan.
Faktor-faktor predisposisi yang memudahkan kejadian penyakit, antara lain : perubahan pakan secara drastis, malnutrisi, transportasi, pengaruh iklim, moulting maupun pengaruh infestasi parasit cacing.
2.3 Gejala Klinis
Gejala klinis kolera unggas tergantung dari tingkat kejadian :
a) Perakut
Umumnya gejala awal tidak teramati dan terjadi kematian mendadak pada unggas. Kematian diduga akibat “shock syndrome” yang ditimbulkan oleh endotoksin.
b) Akut
Gejala klinis dapat diamati beberapa jam sebelum unggas mati. Gejala yang muncul berupa diare kehijauan dan berbau busuk, unggas lesu, bulu berdiri, anoreksia, tampak adanya cairan kental keluar dari mulut sebagai penyebab suara ngorok, dyspnoe, jengger dan pial membengkak dan cyanosis pada bagian kepala serta penurunan produksi telur.
Setelah dilakukan nekropsi ditemukan pembengkakan hati, folikel telur membubur dan memenuhi rongga perut, hyperemi pada organ dalam seperti duodenum, jantung, abdomen, dan paru-paru.
Setelah dilakukan nekropsi ditemukan pembengkakan hati, folikel telur membubur dan memenuhi rongga perut, hyperemi pada organ dalam seperti duodenum, jantung, abdomen, dan paru-paru.
Gambaran ayam mati dengan jengger kebiruan dan pembendungan pembuluh darah (A dan B)
serta pial yang membengkak (C)
Gambar 2.
Gejala klinis ayam yang terkena kolera (kiri) dan diare kehijauan pada ayam terinfeksi (kanan).
c) Kronis
Masa inkubasi penyakit adalah 4-9 hari. Gejala yang dapat teramati adalah pembengkakan pada salah satu atau kedua pial (wattle disease);persendian kaki;persendian sayap atau telapak kaki, gejala syaraf seperti synovitis, artritis, dan tortikolis.
Unggas yang terserang kolera unggas bentuk kronis dapat mengalami kematian, unggas menjadi carrier, atau unggas menjadi sembuh.
Unggas yang terserang kolera unggas bentuk kronis dapat mengalami kematian, unggas menjadi carrier, atau unggas menjadi sembuh.
Gambar 3.
Pembengkakan pada pial dengan eksudat perkejuan
2.4 Patologi Anatomi
a) Akut
Pada bedah bangkai dijumpai berbagai bentuk perdarahan ptekie dan ekimosa pada pada jantung, hati, paru-paru, dan membrana mukosa saluran pencernaan termasuk usus, proventrikulus, dan ventrikulus.
Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat aktivitas endotoksin. Pembengkakan hati dan berwarna pucat menunjukkan adanya nekrosis multifokal. Pada ovarium ditemukan folikel yang menjadi bubur dengan pembuluh darah teka yang kurang jelas.
Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat aktivitas endotoksin. Pembengkakan hati dan berwarna pucat menunjukkan adanya nekrosis multifokal. Pada ovarium ditemukan folikel yang menjadi bubur dengan pembuluh darah teka yang kurang jelas.
Perdarahan ptechiaepada lemak jantung
Gambar 3.
Perdarahan ptekie pada organ visceral (kiri) dan nekrotik multifokal pada hati (kanan)
b) Kronis
Pada kasus kronis ditemukan artritis seropurulen pada persendian tarsometatarsus, bursa sternalis, telapak kaki, rongga peritonium, dan oviduk. Adanya edema pial, pneumonia fibrinus, dan tortikolis.
Gambar 4.
Synovitis yang menyebabkan kelumpuhan pada ayam
2.5 Histopatologi
a) Bentuk akut
Kerusakan endotel pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Nekrosis koagulasi bersifat multifokal disertai infiltrasi neutrofil yang juga ditemukan di paru-paru.
b) Kronis
Radang supuratif, nekrosis, infiltrasi neutrofil, pembentukan fibrin, multinucleated giant cells, dan proliferasi fibroblas. Dan kerapkali ditemukan meningitis lokal yang ditandai dengan infiltrasi neutrofil dan limfosit didaerah meninges.
Lesi histopatologi yang teramati pada hati dan paru-paru meliputi infiltrasi sel radang, nekrosis sel hepatosit, eksudat berfibrin, dan trombus dalam pembuluh darah.
Lesi histopatologi yang teramati pada hati dan paru-paru meliputi infiltrasi sel radang, nekrosis sel hepatosit, eksudat berfibrin, dan trombus dalam pembuluh darah.
2.6 Diagnosa
Diagnosa penyakit didasarkan atas anamnesa, gejala klinis, perubahan PA, lesi HP, isolasi dan identifikasi bakteri. Diagnosa banding penyakit kolera adalah Newcastle Disease maupun Avian Influenza (adanya perdarahan ptekie pada jantung), Colibacillosis (adanya enteritis), dan CRD maupun Coryza (adanya gangguan pernafasan).
Sampel yang digunakan berupa darah, sediaan ulas jantung, cairan oedem dari jantung, dan organ seperti jantung, ginjal, kelenjar limfe, dan sumsum tulang. Pemeriksaan serologik dilakukan dengan cara uji aglutinasi plat test (AGPT) namun tidak begitu popular digunakan.
2.7 Diagnosa Banding
Di Indonesia, infeksi kolera unggas seringkali didiagnosa sebagai infeksi Coriza oleh kuman Heamophilus paragallinarum, karena mempunyai kemiripan gejala klinis. Sedangkan kasus kolera unggas di benua Amerika, lebih menyerupai dengan penyakit ORT (Ornithobacterium rhinotracheale).
Sehingga ketika menghadapi penyakit tersebut dokter hewan dituntut hati-hati dalam mendiagnosanya. Dari penelitian dilaporkan bahwa kuman P. multocidadapat hidup di lingkungan peternakan dalam waktu yang relatif lama, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa ada titer antibodi terhadap P. multocidapada kelompok unggas yang sehat.
Sehingga ketika menghadapi penyakit tersebut dokter hewan dituntut hati-hati dalam mendiagnosanya. Dari penelitian dilaporkan bahwa kuman P. multocidadapat hidup di lingkungan peternakan dalam waktu yang relatif lama, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa ada titer antibodi terhadap P. multocidapada kelompok unggas yang sehat.
2.8 Pencegahan dan Pengobatan
2.7.1 Pengobatan
Pemberian tetrasiklin kedalam pakan dengan dosis 200-400 gram/ton, kombinasi golongan sulfa dan trimethoprim seperti Cosumix Plus yang berspektrum luas dan memiliki mode of action yaitu blockade ganda sintesa asam tetrahidrofolat yang esensial bagi bakteri.
Selain melalui pakan, Cosumix Plus juga dapat diberikan melalui air minum dengan dosis 0,16 g/L atau 80 g/L air minum.
2.7.2 Pengendalian dan pencegahan
Prosedur sanitasi dan biosecurity ketat, pemberantasan hewan pengerat, dan vaksinasi. Vaksinasi menggunakan vaksin bivalen inaktif yang dikembangkan dari isolat lokal yaitu BCC 2331 dan DY2 lalu diinaktifkan dengan formalin 0,1% dan diemulsi dengan alhidrogel 1,5% diberikan secara SC pada umur 10-14 minggu (pada ayam) dan umur 6-8 minggu (pada kalkun). Pada 4 minggu pasca pemberian vaksin pertama dilakukan booster dengan cara yang sama.
Tindakan pencegahan penyakit kolera unggas meliputi :
- Biosecurity pada manusia, ternak, dan kendaraan
- Pemeriksaan sumber air minum
- Penyimpanan pakan dan transportasi ransum dengan benar
- Pemberantasan vektor seperti tikus menggunakan insektisida.
Meningkatkan daya tahan tubuh ternak melalui ransum berkualitas dan lingkungan yang nyaman bagi unggas yaitu kadar amonia rendah, tidak berdebu, cukup oksigen, suhu dan kelembaban sesuai, kepadatan tidak berlebih, ventilasi cukup, serta pemberian multivitamin untuk meningkatkan daya tahan, mengatasi stres, mencegah penyakit kekurangan vitamin, dan untuk memperbaiki efisiensi ransum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
penyakit ini sangat merugikan bagi peternak unggas karena dapat menurunkan produksi dan meningkatkan jumlah unggas yang akan diafkir. Penyakit ini dapat muncul karena buruknya higiene dan sanitasi peternakan sehingga penyakit ini mudah sekali menyebar dari unggas 1 ke unggas lainnya.
Sehingga diperlukan tindakan pencegahan dan pengendalian yang efektif seperti biosecurity pada manusia dan unggas, vaksinasi, desinfeksi kandang dan lingkungan, serta pemberian asupan pakan yang berkualitas baik.
Sehingga diperlukan tindakan pencegahan dan pengendalian yang efektif seperti biosecurity pada manusia dan unggas, vaksinasi, desinfeksi kandang dan lingkungan, serta pemberian asupan pakan yang berkualitas baik.
3.2 Saran
Dalam mendiagnosa penyakit ini, seorang dokter haruslah berhati-hati mendiagnosanya, karena sering terjadi salah diagnosa dengan infeksisus Coriza. Alangkah lebih baik melakukan pencegahan daripada pengobatan pada penyakit ini, karena penyakit ini sangat merugikan secara ekonomis bagi peternak. Penyakit ini dapat dicegah dengan pencegahan yang telah dipaparkan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar