Embriologi & Genetik

[Embriologi & Genetik][bsummary]

vehicles

[vehicles][bigposts]

business

[Embriologi & Genetik][twocolumns]

Newcastle Disease (Tetelo) pada Unggas


2.1 Etilogi ND
            Newcastle Disease disebabkan oleh paramyxovirus (Allan dkk., 1978). Virus ini termasuk familia myxovirus (Andrewes dkk.,1975) dan satu genus dengan virus sendai, parainfluensa-1, 2 dan 3 serta mumps (Barry dkk.,1964). Pada dekade terakhir ini telah berhasil diungkapakn 9 serotipe paramyxovirus dan virus ND termasuk paramyxovirus-1 (PMV-1) (Mackenzie., 1985).

            Bentuk virus bervariasi dari bulat dan oval dengan diameter 70-80 nm (nanometer) sampai bentuk filamen dengan panjang 124-200nm. Sedangkan partikel virus yang lengkap (virion) berukuran 120 sampai 300 nm, tetapi lazimnya berukuran 180 nm (Hanson, 1972).






            Virus ND tersusun atas asam inti ribo beruntai tunggal (ss-RNA) dengan struktur helikal. Disebelah luar dari asam inti terdapat lapisan yang disebut capsid. Kedua struktur ini disebut nucleocapsid dan dibungkus oleh amplop. 

Amplop tersusun atas lipid, protein dan karbohidrat. Membran proteinnya terdiri dari glikoprotein dan matriks protein yang berhubungan dengan aktivitas hemaglutinin dan neuraminidase yang terletak pada satu peplomer. Glikoprotein memiliki ujung glikosilat hidrofilik pada lapisan lemak (Davis dkk., 1980; Russel dan Edington, 1985). Lapisan lemak dapat dirusak oleh pelarut lemak sehingga dapat mengganggu virion (Allan dkk., 1978).

2.2 Epizotiologi ND
            Newcastle Disease dilaporkan pertama kali di Jawa oleh Kraneveld pada tahun 1926. Doyle pada tahun 1927 berhasil mengisolasi virusnya pada suatu wabah yang terjadi di Newcastle Upon Tyne Inggris. ND merupakan penyakit endemik hampir diseluruh dunia kecuali di Benua antartika (Allan dkk. 1978).

            Wabah ND umumnya terjadi pada saat peralihan musim yaitu pada musim panas ke musim penghujan atau sebaliknya. Perubahan musim yang tajam sering terjadi di negara subtropis ( Dat dan Pan Chuc, 1985).

            Pada tahun 1973-1979 LPPH Bogor mengamati kejadian ND di Indonesia, dimana pada bulan Mei-Juni yaitu pada pertengahan musim kering tercatat paling rendah (10,6 %) kemudian naik sampai 24,2 % pada bulan November-Desember  atau permulaan musim hujan (Ronohardjo, 1980).

            Kejadian ND yang dilaporkan kebanyakan disebabkan oleh virus ND tipe velogenik, namun beberapa peternakan ayam di Australia di infeksi oleh virus ND tipe lentogenik. Kematian akibat virus ND tipe velogenik atau tipe Asia paling tinggi, sedangkan akibat velogenik tipe Amerika kematiannya 60-80% dan akibat serangan tipe mesogenik sekitar 10% (Sugiman, 1977; Spadrow dkk. , 1987).



            Newcastle Disease menyerang unggas semua umur baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar termasuk berbagai jenis burung. ND juga menyerang manusia ditandai dengan konjungtivitas yang berlangsung satu hari dan limfadenitas tetapi segera terjadi penyembuhan (Hanson, 1986).

            Penularan ND dapat terjadi dari satu hewan ke hewan lain melalui kontak dengan hewan yang sakit dan bangkai penderita. Penularan dari satu tempat ketempat lain dapat terjadi melalui pengangkutan, pekerja kandang, debu, angin, serangga dan makanan yang tercemar. ( Dorsey dkk., 1973)


            Di Indonesia peranan ayam buras masih menonjol dalam penyebaran ND. Hal ini disebabkan karena sistem pemeliharaan yang kurang intensif, sehingga sulit untuk di kontrol (Ronohardjo, 1980).

2.3 Sifat Fisiko-Kimiawi Virus ND
            Resistensi virus ND terhadap agen kimia dan fisik ditentukan oleh perubahan yang terjadi atas kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit, menginfeksi sel hospes dan menginduksi respon immunogenik. Kemampuan tersebut terbatas karena dapat dipengaruhi bahkan dirusak oleh berbagai tingkat perlakuan fisik maupun kimia, seperti pengaruh panas, sinar ultraviolet,sinar-X, proses oksidasi, perubahan PH dan senyawa-senyawa kimia lainnya (Hanson, 1975).

            Virus ND secara cepat diinaktifkan oleh formalin, alkohol, pelarut lemak dan lysol (allan dkk., 1978). Virus juga menjadi inaktif oleh potassium permanganat, kresol, lisol, asam karbol, ether, metil dan etil alkohol, Natrium Hidroksida. Pengaruh inaktivasi zat-zat kimia bergantung pada zat yang terlarut dalam medium. Jumlah protein dalam medium akan dapat mengurangi efek dari zat-zat kimia, sehingga dapat menghambat inaktivasi virus ND ( Hanson, 1978; Allan dkk.,1978).

            Virus ND sangat peka terhadap panas. Virus segera rusak bila dipanaskan pada suhu 1000C selama 1 menit dan inaktif pada suhu 560C. galur virus ND velogenik, pada suhu 560C stabil selama 30-120 menit sedangkan galur lentogenik dapat bervariasi dari 0-120 menit (Hanson dan Spalatin, 1979). 

Pada suhu 600C hemaglutinin stabil selama 5-30 menit, suhu 200C stabil selama beberapa minggu dan pada suhu 4-80C galur virus termostabilitasnya telah diketahui seperti galur B1, La Sota dan F adalah 5 menit, sedangkan V4 selama 2 jam (Hanson, 1979 ).

2.4 Sifat Biologis Virus ND
            Virus ND memiliki beberapa sifat biologis yang dapat dibedakan  dengan virus lain baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Virus ND berdasarkan virulensinya dapat diklasifikasikan kedalam 3 tipe yaitu tipe velogenik, mesogenink, dan lentogenik (Allan dkk., 1978). Virulensi virus tersebut dapat debedakan berdasarkan :

1. Mean death Time (MDT)
            Mean Death Time dinyatakan dalam jam yaitu rata-rata waktu yang diperlukan oleh virus pada satu dosis letal minimum untuk dapat membunuh embrio ayam umur 9 sampai 11 hari. MDT untuk virus ND dan galur V4 membutuhkan waktu yang tidak terhingga atau jarang sekali, bahkan sama sekali tidak terjadi kematian pada embrio ayam, sedangkan untuk virus ND galur F, B1, La Sota dan Komarov berturut-turut adalah 119 jam, 117 jam, 103 jam dan 69 jam (Alexander dan Allan, 1973).

2. Intracerebral Pathogenecity Index (ICPI)
            Intracerebral Pathogenecity Index adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh atau menunjukkan gejala penyakit pada anak-anak ayam umur sehari setelah dilakukan inokulasi virus melalui intracerebral. Hasilnya dinyatakan dengan sistem skor dengan harga nilai maksimal adalah 3 yang berarti mortalitas sebesar 100% dalam waktu 1 hari dan nilai minimum 0 yang berarti tidak tampak gejala klinis setelah 8 hari. ICPI untuk virus ND tipe velogenik, mesogenik dan lentogenik adalah 2, 0-3,0;0,4-1,9 dan 0,0-0,4. ICPI untuk virus ND galur V4, F,B1, La Sota (lentogenik) dan komarov (mesogenik) berturut-turut adalah 0,16; 0,25; 0,40; 0,15 dan 1,14; (Alexander, 1973).

3. Intravenous Pathogenecity Index
            Intravenous Pathogenecity Index dapat ditentukan seperti halnya pada ICVI, akan tetapi digunakan anak ayam umur 6 minggu. IVPI untuk virus ND tipe velogenik, mesogenik dan lentogenik berturut-turut adalah 0,5-2,8; 0,0-0,5 dan 0,0.

            Virus ND mempunyai kemampuan hemaglutinasi yang menyebakan terjadinya adsorpsi antara hemaglutinin dan reseptor yang terdapat pada permukaan eritrosit. Aktivitas hemaglutinin dapat dideteksi dengan uji hemaglutinasi (HA) (DAVIS dkk., 1980; Russel dan Edington, 1985).

            Pada proses hemaglutinasi pertama akan terjadi penempelan virus pada subsatnsi reseptor eritrosit, kemudian diikuti perusakan substansi reseptor tersebut oleh enzim neuraminidase, peristiwa ini disebut dengan elusi. Kecepatan elusi antara galur virus sangat bervariasi. Galur B1dan F mempunyai tingkat elusi cepat yaitu 2 jam dan 20 jam, sedangkan untuk galur virus V4 dan La Sota mempunyai tingkat elusi lambat, yaitu 120 jam.

            Eritrosit hewan yang dapat diaglutinasi oleh virus ND adalah: sel darah merah kambing, kerbau, kelinci, marmut, mencit, ayam, angsa, entok, itik, kalkun, merpati, kakatua dan manusai golongan darah O. Namun saat ini sel darah merah ayam digunakan sebagai standar uji aglutinasi  (Anon, 1978; Lancaster dan Alexander, 1975)

2.5 Gejala Klinis ND
            Gejala klinis yang dapat diamati, penderita umumnya menunjukkan depresi, anorexia, tagih minum, ngorok, leleran hidung dari serus sampai purulen, gejala syaraf ditandai dengan kelemahan anggota gerak, tortikolis, tremor, opistotonus dan melanjut terjadi kelumpuhan. Ayam mengalami diare putih kehijauan dan dehidrasi. Dalam keadaan ini biasanya segera terjadi kematian.







            Masa inkubasi penyakit pada kasus alami bervariasi dari 12-15 hari atau dapat berlangsung lebih lama bergantung dari galur virus, kepekaan unggas, status kekebalan dan cara penularan.

            Berdasarkan gejala klinis dikenal 4 bentuk penyakit (Hanson, 1972) yaitu :
1. Bentuk Doyle
            Bentuk penyakit ini bersifat akut dan mematikan ayam semua umur dengan tingkat kematian mencapai 100%. Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND velogenik atau disebut juga tipe Asia dan lebih dikenal dengan virus ND tipe viscerotgropis velogenik (VVND). 

Secara klinis penderita memperlihatkan sesak napas (dypsnoe), kebengkakan disekitar mata, leher, muka atau kepala, serta diare putih kehijauan dan kadang-kadang terjadi dehidrasi. Suhu tubuh biasanya tinggi pada awal infeksi  dan turun menjelang kematian. Selain itu dapat pula diamati gejala syaraf seperti tremor, tortikolis, opistotonus sampai paralisa anggota gerak.

2. Bentuk Beach
            Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND neurotropik-velogenik. Dilaporkan oleh Beach tahun 1994. penyakit bersifat akut dan sering mengakibatkan kematian pada ayam semua umur. 

Bentuk penyakit ini ditandai dengan gejala sesak napas, batuk-batuk, mengap-mengap, anorexia dan diikuti penurunan produksi telur bahkan berhenti sama sekali. Gejala syaraf terlihat setelah 1-2 hari atau lebih, ayam yang sakit sempoyongan, gemetar, kejang-kejang, tortikolis dan akhirnya lumpuh.

3. Bentuk Beaudett
            Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND tipe mesogenik. Dilaporkan oleh Beaudett tahun 1946. penyakit ditandai dengan gangguan pernapasan dan kadang-kadang infeksi syaraf. Penyakit ini mengakibatkan kematian pada ayam umur muda dan jarang pada umur yang lebih tua.

4. Bentuk Hitchner
            Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND tipe lentogenik. Dilaporkan oleh Hitchner tahun 1948 dan 1950. penyakit ditandai dengan infeksi ringan atau infeksi saluran pernafasan yang sub klinis.

2.6 Diagnosa ND
            Newcastle Disease didiagnosa berdasarkan atas epizootologi, gejala klinins, patologis, virologis serta pengukuhan diagnosa melalui pemeriksaan laboratorium dangan pemeriksaan serologis yaitu isolasi dan identifikasi.









            Kejadian ND pada umumnya bersifat endemik dengan gejala klinis dan perubahan patologis sangat bervariasi. Kehebatan penyakit bergantung dari galur virus, jenis dan umur hospes, adanya infeksi sekunder dan faktor lingkungan.

            Nilai diagnosa secara serologis sangat bergantung dari pada status vaksinasi atau infeksi alam. Adanya antibodi dalam serum atau tanpa diikuti gejala klinis merupakan indikasi adanya infeksi ND. Secara umum uji serologis yang lazim digunakan untuk deteksi ND dan sebagai indikator derajat kekebalan kelompok ayam dalam suatu peternakan adalah uji hambatan hemaglutinasi (HI) secara beta prosedur yaitu prosedur virus konstan dengan berbagai konsentrasi serum.

            Peranan uji HI sebagai salah satu uji serologis cukup penting, karena cukup sederhana, murah dan efiksien. Hasil uji ini mempunyai korelasi positip dengan hasil uji tantangan mempergunakan virus ND yang ganas.

            Dalam uji HI antibodi menghambat proses hemaglutinasi dengan cara menyelimuti virus. Telah diketahui pula bahwa immunoglobulin (Ig) yang memegang peran utama dalam uji HI untuk parfamyxovirus adalah Ig G sedangkan Ig M disini tidaklah penting.

            Pada uji HI titer HI didapatkan dari antibodi yang mengikat secara langsung hemaglutinin virus. Pada uji HI secara efektif yang berpengaruh adalah fragmen antibodi univalen, sehingga diperlukan sejumlah antibodi per virion, untkdapat menyelimuti selujruh virion yang berperan dalam adsorpsi.

            Init pengujian ini terletak pada kemampuan antibodi setelah diencerkan untuk menghalangi penggumpalan sel-sel darah merah dengan antigen. Bila terdapat antibodi yang cukup maka akan menetralkan antigen sehingga terjadi sedikit atau sama sekali tidak terjadi penggumpalan pada setiap lubang.



            Titer HI dinyatakan sebagai kebalikan pengenceran serum tertinggi yang dapat menghambat hemaglutinasi 100%. Pada pengenceran serum kelipatan dua titer HI pada umumnya dinyatakan sebagai logaritma berbaris dua dan pada uji HI yang diulang beberapa kali untuk mendapatkan suatu nilai yang lebih mendekati ketepatan, digunakan rata-rata titer geometrik atau Geometgric Mean Titer (GMT) yaitu rata-rata logaritma beberapa ulangan yang ada. (Hanson, 1975; Weir, 1979).

2.7 Sistem Kekebalan Pada Ayam
            Pada unggas antibodi merupakan benteng pertahanan terhadap penyakit. Antibodi terbentuk dari rantai ikatan zat yang menyerupai protein disebut immunoglobulin (Ig) (Bennet, 1982).

Immunoglobulin yang penting sebagai benteng pertahanan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

  1. Ig M, merupakan antibodi dengan ukuran terbesar. Ig M dengan mudah dapat berikatan dengan berbagai bibit penyakit.
  2. Ig G, yaitu suatu molekul kecil yang ditemukan dalam aliran darah. Ig G kurang efisien dibanding Ig M karena hanya sedikit bagian dari permukaannya yang mampu menangkap virus, namun antibodi ini dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama dari Ig M.
  3. Ig A, berukuran sedang diantara ukuran Ig G dan Ig M. Ig A aktif baik dalam sirkulasi darah maupun dalam sekresi cairan tubuh, namun Ig A ini sulit ditunjukkan dengan uji laboratorium seperti halnya Ig M dan Ig G. Untuk menunjukkan seekor ayam memiliki Ig A dapat dilakukan dengan uji tanding.

            Sistem kekebalan pada ayam dibagi dalam dua bagian yaitu T limfosit yang dihasilkan oleh thymus berperan dalam kekebalan celluler (Cell Mediated Immunity) dan B limfosit yang dihasilkan oleh bursa yang berperan dalam penghasil sel dari pembentuk antibodi sel plasma. 

Sistem kekebalan ini sedikit berbeda dengan sistem kekebalan pada hewan mamalia. Perbedaan tersebut terletak pada kelengkapan alat tubuhnya yang berperan di dalam mekanisme immunologik yaitu, pada unggas mempunyai bursa fabricius tetapi tidak mempunyai lymphnode. Sebagai penggantinya adalah kelompok limfosit yang terdapat pada bursa fabricius.

            Respon kekebalan sebenarnya tidak hanya berarti pembentukan antibodi yang bersikulasi didalam darah, namun antibodi yang terbentuk itu ditemukan juga didalam cairan-cairan sekresi tubuh seperti cairan lendir mulut dan saluran pernapasan serta reaksi sel terhadap suatu penyakit yang umumnya dikenal dengan kekebalan jaringan. 

Kekebalan ini memang tidak dapat diukur  dengan uji darah. Antibodi yang ditemukan di dalam sekresi tubuh adalah bagian cairan pelindung tubuh yang sangat penting terhadap penyakit. Zat ini disebut antibodi lokal atau kekebalan lokal (Bennet, 1982; Bruna dkk., 1982).

            Dalam banyak kasus antibodi lokal merupakan garis pertahanan tubuh yang utama terhadap serangan bakteri atau virus patogen dengan menghentikan infeksi dalam lapisan sel saluran pernapasan dan saluran pencernaan. 

Respon immunologik terjadi bila tubuh mendapat tantangan antigen. Reaksi yang terjadi dapat bersifat humoral atau celluler. Kekebalan ini dapat diperoleh dari vaksinasi dimana derajatnya  begantung dari tipe virus yang menginfeksinya, macam vaksin, aplikasi vaksinasi serta kekebalan pre vaksinasi.

            Kekebalan juga dimiliki oleh anak ayam yang baru menetas yang didapatkan dari induknya, disebut kekebalan bawaan (maternal antibodi) yang bersifat siap pakai. Kekebalan ini bersifat sementara, yaitu kira-kira sampai berumur 4-6 minggu. Kekebalan bawaan dapat pula diperoleh dari induk yang sudah sembuh dari serangan virus ND. Kekebalan ini dapat menghalangi terbentuknya kekebalan aktif. (Ronohardjo, 1973; Brandly dkk ., 1976).

2.8 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian ND
            Sampai sekarang ND belum ada obatnya. Bermacam-macam antibiotik termasuk yang berspektrum luas tidak efektif terhadap virus ND. Penggunaan antiserum kurang praktis dan harganya relatif sangat mahal. 

Maka tindakan yang paling baik adalah pencegahan ayam dari serangan ND. Penularan ND dapat dicegah dengan menjaga sanitasi dan menjadikan ayam kebal terhadap ND. Pada ayam yang kebal jika terjadi infeksi virus virulen, maka ayam tersebut tidak akan sakit dan virus tidak akan diekskresikan keluar tubuh, karena secara tuntas telah dinetralisir dalam tubuh.

            Antibodi dapat terjadi secara aktif  ataupun pasif. Antibodi pasif terjadi karena pemindahan serum dari ayam yang kebal kepada ayam yang lain atau dapat pula terjadi karena pemindahan dari induk pada waktu pembentukan kuning telur, yang disebut dengan antibodi maternal. 

Antibodi aktif terjadi karena vaksinasi atau infeksi alam yang subklinis. Antibodi aktif dapat mencapai titer yang tinggi dan bertahan lebih lama.

            Tindakan yang paling baik dan lazim digunakan untuk mencegah ayam dari serangan ND adalah kombinasi antara kesehatan sistem pengelolaan dan vaksinasi yang teratur (Hanson, 1978).

            Pencegahan ayam dari serangan ND dengan cara vaksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin aktif maupun kombinasi vaksin aktif dan inaktif, sehingga diperoleh kekebalan yang cukup untuk menahan serangan ND. 

Vaksin adalah sediaan yang mengandung antigen baik merupakan kuman mati ataupun hidup yang dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya dengan maksud untuk menimbulkan kekebalan aktif yang khas terhadap kuman atau toxinnya.



            Ada dua jenis vaksin yang dikenal yaitu vaksin vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif yaitu vaksin yang mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan. 

Vaksin inaktif yaitu vaksin yang virusnya telah dimatikan. Jenis vaksin aktif yang dipakai adalah dari galur mesogenik (Kumarov,Roakin dan Muktiswar), lentogenik (B1, F, La Sota dan V4), sedangkan virus galur velogenik (virus lapangan) dipakai sebagai virus tantangan (Allan dkk., 1978).

            Bila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka dapat menimbulkan dua jenis reaksi immunologik, yaitu berupa : sintesis dan pelepasan antibodi bebas ke dalam darah dan cairan tubuh lainnya (antibodi humoral) dan permukaan limfosit yang peka dengan molekul-molekul yang menyerupai antibodi pada permukaannya.

            Mekanisme reaksi tersebut dapat dijelaskan bahwa apabila ada antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka antigen tersebut akan ditangkap oleh sel-sel makrofag ini akan memberi isyarat pada sel-sel limfosit –B yang dihasilkan oleh bursa fabricius yang selanjutnya berubah menjadi sel blast kemudian menjadi sel blast kecil yang akan berubah menjadi plasma blast yang akan memproduksi antibodi. 

Selain merangsang sel limfosit-B, sel-sel makrofag juga memberi isyarat pada sel limfosit-T yang dihasilkan timus, limfosit-T ini tidak mengeluarkan antibodi seperti halnya limfosit-B, akan tetapi limfosit-T ini membantu agar rangsangan antigenik limfosit-B lebih efektif. Limfosit-T yang dirangsang oleh makrofag tadi akan berubah menjadi sel blast lalu menjadi sel blast kecil yang menghasilkan sel ingatan, juga mengeluarkan zat-zat limfokinin yang bertugas mengaktifasi makrofag untuk dapat menghancurkan antigen, serta membentuk limfosit yang berperan dalam penolakan jaringan (Roitt dkk., 1985).

            Titer antibodi akibat vaksinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : respon ayam, mutu vaksin, cara vaksinasi, lingkungan dan tatalaksana pemeliharaan. 

Untuk ND kekebalan (titer antibodi ) terendah yang harus dimiliki ayam adalah delapan, agar ayam-ayam tersebut tahan terhadap penularan ND. Gangguan organ pembentuk antibodi, seperti penyakit yang menyerang bursa fabricius, jenis ayam dan lingkungan terlalu panas atau terlalu dingin mengakibatkan kegagalan vaksinasi (Peleg dkk., 1976; Tgizard, 1977).

2.9 Pengaruh Hormon Kelamin terhadap Titer Antibodi
            testis dan ovarium selain berfungsi menghasilkan spermatozoa atau ovum juga membentuk hormon-hormon steroid yang mengatur sifat kelamin sekunder, siklus reproduksi dan pertumbuhan serta perkembangan organ-organ reproduksi. 

Hormon kelamin jantan utama adalah testosteron, disintesis oleh sel-sel interstisial testes. Testosteron disamping berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan fungsi epididimis, ductus deferens, prostat, vesicule seminalis dan penis juga berfungsi dalam memperlancar sintesis mitokondria, organ-organ viscerfal, otot dan tulang rangka.

            Peningkatan pertumbuhan organ viscerfal seperti organ immunologik akan mengakibatkan peningkatan sintesis antibodi. Peningkatan pertumbuhan tulang akan meningkatkan sel-sel asal sumsum tulang termasuk sintesis sel-sel limfosit. Sel-sel limfosit sangat penting untuk respon primer terhadap antigen. 

Limfosit dapat menjadi sel-sel pembentuk antibodi (sel-sel plasma). Limfosit juga membawa ingatan (memory cell) terhadap kontak pertama dengan antigen.

            Peningkatan sintesis protein disamping berfungsi untuk pertumbuhan tulang, daging, menggantikan jaringan yang rusak, untuk hidup pokok dan berproduksi juga berfungsi sebagai penyusun dasar antibodi. Sehingga peningkatan sintesis protein akan meningkatkan sintesis antibodi.

            Hormon betina utama adalah estrogen, disintesis oleh sel-sel folikel graff yang sedang berkembang. Estrogen menimbulkan estrus dan serangkaian perubahan pada sistem reproduksi yang berhubungan dengan ovulasi dan mempertahankan sifat-sifat kelamin sekunder betina. Estrogen bekerja sebagai antagonis terhadap testosteron ( Salsbury, 1961; Harper, 1979).

2.10 Vaksinasi ND Melalui Pakan
            Vaksinasi ND melalui pakan merupakan suatu terobosan bioteknologi untuk menanggulangi ND terutama pada ayam buras. Sehingga diharapkan masalah ND dapat diatasi dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan peternak dan sumber protein hewaninya.

            Vaksinasi ND melalui pakan memerlukan beberapa syarat seperti : 1 ) potensi vaksin harus prima dan tidak berubah bila dicampur pakan ; 2) tahan terhadap keadaan lingkungan pedesaan; 3) tahan disimpan tanpa memerlukan alat pembantu konvensional seperti lemari es atau termos es; 4) mudah dicampur dengan pakan ayam dan 5 ) murah serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.

            Balai penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor tahun 1987 meneliti vaksin ND diberi kode (PR) V4. hasil penelitian tentang virus ND V4 menunjukkan bahwa virus ini tahan terhadap suhu kamar (280C) lebih dari satu bulan tanpa mengalami penurunan potensi. Penelitian lebih lanjut dengan suhu 370C dan 560C, virus masih tahan selama 28 jam dan 8 jam.

            Vaksin V4yang diberikan melalui pakan dapat merangsang unggas terbukti dengan adanya titer antibodi HI, ekskresi virus seminggu pasca vaksinasi dan tahan terhadap virus tantangan yang ganas (Samuel, 1987).

            Vaksin V4mampu melekat erat pada dinding tembolok 50 jam pasca vaksinasi dan virus dapat mencapai rectum dari tembolok dalam waktu 3,5 jam. Virus banyak ditemukan pada tembolok, proventiculus, ventriculus dan sedikit pada usus halus karena pengaruh enzim-enzim pencernaan. 

Lebih jauh dikatakan bahwa virus dalam saluran pencernaan merangsang sekresi Ig A untuk menimbulkan stimulasi primer. Ig A aktif baik dalam sirkulasi darah maupun dalam sekresi cairan tubuh. Pesan dari sel-sel T atau jaringan limfatik tepi dan pusat untuk menghasilkan antibodi.

            Dilaboratorium telah dicoba memakai gabah, beras dan dedak sebagai pencampur vaksin V4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ayam pasca vaksinasi yang mati setelah ditantang dengan virus ND ganas berturut-turut 10%, 50% dan 80%. 

Dengan demikian pemakaian gabah adalah yang terbaik, sedangkan dedak kurang baik. Karena dedak biasanya tidak habis dimakan ayam, sedangkan gabah mempunyai daya serap yang lebih besar dibandingkan dengan beras, sehingga jumlh vaksin yang menempel pada gabah lebih banyak dibandingkan pada beras karena itu proteksi ayam terhadap ND melalui vaksin yang dicampur dengan gabah lebih baik dibandingkan vaksin dicampur beras.

            Hasil uji coba dilapangan menggunakan 3000 ekor ayam buras menunjukkan titer antibodi HI yang baik dan proteksi ayam mencapai 60-70% tehadap virus tantangan yang ganas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar