Embriologi & Genetik

[Embriologi & Genetik][bsummary]

vehicles

[vehicles][bigposts]

business

[Embriologi & Genetik][twocolumns]

Embrio Transfer (TE), bag 2.



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Manusia telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan populasi sapi untuk memenuhi kebutuhan daging. Banyak sekali inovasi dan penerapan teknologi untuk mewujudkannya. Teknologi transfer embrio (TE) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). 

Bioteknologi reproduksi pada sapi khususnya embrio transfer sudah sangat berkembang. Produksi embrio secara in vivo melalui superovulasi hewan donor merupakan salah satu cara yang tepat dalam mempercepat pembentukan bibit unggul. 

Ternak sapi memiliki potensi ratusan ribu oosit yang secara alami hanya dapat menghasilkan anak sekitar 6-8 ekor sepanjang hidupnya. Potensi oosit yang sangat banyak tersebut dapat dioptimalkan dengan bioteknologi reproduksi antara lain melalui superovulasi. 

Sampai saat ini, pelaksanaan superovulasi masih dihadapkan kendala antara lain: respon donor yang bervariasi dan hasil perolehan embrio belum maksimal, khususnya permasalahan tingkat kerusakan embrio (degeneratif) dan jumlah oosit yang tidak terbuahi (unfertilized) masih tinggi.




1.2              Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini yakni untuk mengetahui teknologi
reproduksi yang berkaitan dengan sinkronisasi Estrus, Super Ovulasi dan Transfer Embrio

1.3              Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dengan adanya tulisan ini yaitu mampu memahami
Teknologi transfer embrio (TE) pada sapi yang merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Transfer Embrio
            Teknologi TE (transfer embrio) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. 

Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi kelahiran. 

TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. 

Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2anak bila terjadi kembar. 

Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer(dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting.

2.2       Proses Transfer Embrio
            Teknologi transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi reproduksi ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa genetic untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan jumlah yang lebih banyak. 

Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan beberapa cara seperti cara konvensional atau invivo dan metode invitro serta Oocyt Pick Up (OPU). 

Produksi embrio dengan cara invivo ialah salah satu teknik produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi. 

Dan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). 

Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan.Sedangkan embrio segarhanya dapat di transfer pada saat produksi dilokasi yang berdekatan dengan donor.


Gambar 1 : Ilustrasi proses transfer embiro pada sapi

Peningkatan mutu genetik dengan ketersediaan anak keturunan yang banyak maka diarahkan kepada:

·        Transfer Embrio Jenis Sapi Potong.
Untuk menghasilkan bibit yang akan menghasilkan bibit dasar dengan pertambahan bobot badan > 1,5 kg/hari dan mencapai berat > 400 kg pada umur 1,5 tahun. Yang telah di produksi antara lain Simenthal, Limousin, Brangus, Brahman, Angus dan Crossing Simenthal dan Brahman

·        Transfer Embrio Sapi Perah.
Untuk menghasilkan bibit dasar (Fondation stock) dengan kriteria dari induk produksi susu > 7000 kg laktasi dan untuk pejantan mewariskan produksi susu > 10.000 kg laktasi. Bangsa yang telah di produksi adalah FH

2.3       Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
            Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing proses transfer embrio :

Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
            Seleksi dilakukan dengan tujuan agar hewan yang dijadikan sebagai donor maupun resipien merupakan hewan yang layak mendapat perlakuan terhadap teknologi transfer embrio. Calon donor yang akan dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb:

a)      Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority)
b)     Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High Reproductivity), sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan menular terutama penyakit-penyakit reproduksI
c)       Memiliki nilai pasar tinggi.
d)     Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan kemampuan fertilitas tinggi

Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut :
a)      Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans yang baik mempunyai berat badan minimal 300 kg
b)     Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi.
c)      Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai siklus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8 -24 hari.
d)     Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan (distokia).

2.4       Super Ovulasi
            Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang terovulasi setiap siklus berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE, untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. 

Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). 

Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak.

            a) Superovulasi dengan FSH
·         Karena waktu paruh FSH sangat singkat maka pengulangan injeksi sangat diperlukan. Total dosis yang dibutuhkan untuk seekor donor adalah 36 mg FSH diinjeksikan dengan cara dosis menurun selama 4 hari.

·         Dosis optimum FSH untuk superovulasi dipengaruhi oleh bangsa sapi donor, misalnya untuk sapi jenis Japanese Black dibutuhkan 20(4,4,3,3,2,,2,1,1) hingaga 28(5,5,4,4,3,3,2,2,1,1) mg FSH. Interval waktu antara  injeksi siang dan malam adalah 8-12 jam.

·         48 jam setelah injeksi FSH yang petama (hari ketiga dari skedul), harus diberikan prostaglandin atau 750 µg cloprostaglandin, dosisnya dibagi dua yaitu 20 mg diinjeksikan siang dan 10 mg diinjeksikan malam, akan memberikan hasil yang lebih baik.

b) Superovulasi dengan PMSG
            PMSG dapat menggantikan FSH meskipun embrio yang dihasilkan kurang baik daripada menggunakan FSH. Biasanya dengan dosis 2000-3000 IU PMSG diberikan kepada donor selama 9-14 hari dari siklus estrus.

c) Pengunaan preparat progesterone
Preparat progesterone seperti syncromate-B (implant di telinga) dan CIDR (intravagina), digunakan untuk sinkronisasi estrus, dan dapat digunakan dalam rangkaian superovulasi setiap saat tanpa melihat siklus estrus donor.

d) Prosedur Superovulasi
            Sebelum perlakuan dimulai, beberapa kondisi di bawah ini harus dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa kondisi di bawah ini harus dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa embrio dengan kualitas yang baik:

·         Siklus estrus donor normal. Untuk mengetahui paling sedikit harus diamati selama dua siklus estrus secara berurutan. Ternak donor harus memperlihatkan tanda-tanda estrus yang sempurna dan interval siklus estrus normal (18-24 hari).

·         Tidak mengalami kelainan uterus atau tuba fallopi seperti endometritis. Subklinikal endometritis kadang sulit untuk didteksi, oleh karena itu palpasi uterus pada fase luteal atau pemeriksaan lender estrus perluh dilaksanakan.

·         Pada hari ke 9-14, donor yang mempunyai CL yang baik dapat dilakukan superovulasi. Jika ovarium kecil akan kurang menghasilkan sel telur/embrio. Hal ini menujukan bahwa ovarium mengandung sedikit folikel yang responsif terhadap perlakuan superovulasi.

            e) Faktor-faktor yang mempengaruhi Superovulasi
            Pengaruh respon ovarium adalah yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan superovulasi pada ternak. Beberapa faktor berikut adalah yang dapat mempengaruhi respon ovarium selama superovulasi:

Hormon gonadotropin
·         Jenis hormon, terdapat banyak jenis hormon.
·         Sisa LH pda saat pembuatan/sintesis  FSH.
·         Dosis, cara penyuntikan.

Donor
·         Bangsa
·         Umur, sapi induk atau dara
·         Siklus estrus saat diberi perlakuan hormon
·         Kondisi kesehatan
·         Jarak/interval dari saat melahirkan
·          Kondisi nutrisi
·         Stress (transport, perubahan makanan, panas dsb)
·         Musim

Folikel Dominan Pada Ovarium Donor
Penelitian terbaru terhadap dinamika folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa pada umumnya folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa pada umunya dalam satu siklus terdapat 2 atau 3 gelombang folikel, yang dicirikan oleh profil FSH. Pada saat gelombang tertinggi menunjukan terdapat folikel dominan dalam ovarium. 

Seleksi folikel dominan diikuti dengan pertumbuhan sejumlah folikel yang keil. Dalam perlakuan superovulasi, keberadaan folikel dominan pada saat pemberian hormon gonadotropin menyebabkan respon yang kurang baik. Saat ini, banyak dilakukan penelitian untuk mengoptimalisasikan respon superovulasi.

2.5       Sinkronisasi Estrus
            Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a .

Prosedur yang digunakan adalah:

  1. Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan.
  2. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari.Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 – 60 jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi biasanya timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2a.

2.6       Inseminasi Buatan
            IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah timbulnya berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina) berwarna merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi yang menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya mengandung 30 juta spermatozoa unggul.

2.7       Koleksi Embrio
            Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8 setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung alkohol 70%. 

Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain.



Gambar 2: Ilustrasi koleksi embrio  menggunakan foley kateter dua jalur

                       
            Medium, Alat, dan Obat
a.       Medium Untuk pemanenan
Dua medium yang sering digunakan untuk pemannan embrio, yaitu 0.3-0.4% Bovine Serum Albumin (BSA) atau 1-2% Calf Serum (CS) yang telah diinaktivasi ditambahkan sebagai sumber protein kedalam medium. 

Embrio di dalam medium yang tidak mengandung protein akan lengket ke permukaan pelastik atau kaca seperti petri dishes (cawn petri)

Dulbecco’s Phosphate Buffered Saline (D-PBS) atau Lacto-Ringer’s solution
Protein       : CS 10-20 ml atau BSA 3-4 g/liter dan
Antibiotik : penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau kanamycin 100 mg/liter.

b.      Peralatan
·         Foley catheter atau ballon catheter untuk sapi (1,18 atau 20 G)
·          Inner stylet untuk foley catheter.
·         Cervix expander.
·         Botol atau plastik silinder untuk medium pemanenan.
·         Silicone tube dengan Y-atau T connector dan clamp.
·         Disposable syringes (5,20,50 ml).
·         Injection needle (18 G).
·         Infusion tube (medical use).
·         Kocher’s forceps.
·         Intrauterine injector.
·         Plastic gloves.
·         Cervical forceps.
·         Vagia scope.

c.       Obat-obatan
·         Cotton-alcohol (kapas dicelup dengan 70% Ethylalcohol).
·         Kertas tisu dicelup dengan desinfektan (0.1% Benzalkonium chloride).
·         2% xylocaine.
·         Padrine (prifinum Bromide: parasympathicolytic, anticonvulsivant).
·         Isodine solution (2% PVP-Iodine) atau antibiotic untuk pemberian intrauterine.
·         PGF2α atau Cloprostenol.

Prosedur pemanenan Embrio
Metode dengan operasi (surgical) adalah metode pertama kali yang sukses dalam pemanenan embrio, namun saat ini terdapat metode non operasi (non surgical) sebagai pilihan panen embrio.

a.       Persiapan
·         Sapi donor dijepit dalam kandang jepit. Kaki depan lebih tinggi dari pada kaki belakang sehingga saluran reproduksi lebih mudah diakses/dikendalikan.

·         Palpasi dan tentukan panjang saluran reprodksi, lokasi dan kondisinya. Juga estimasi dan catat jumlah CL dan folikel yang tidak diovulasikan pada ovarium.

·         Hangatkan lebih kurang 1000 ml medium flushing (pembilasan) untuk setiap donor dalam water bath sebelum digunakan.

·         Botol medium disambungkan dengan inflow tube dan diarahkan ke foley catheter. Outflow tube disambungkan dengan inflow tube menggunakan Y-atau T-connector.

·         Baik inflow maupun outflow tube diisi dengan medium sebelum pemanenan dimulai.




·         Ballon catheter dibilas dengan medium pemanenan dan sebuah inner stylet difiksir ke chateter sebelum digunakan. Fiksasi stylet dilakukan dengan tube connector atau kocher’s forceps.

b.      Anastesi Epidural
·         Pangkal ekor dijepit, dicuci dengan sabun antiseptic, kemudian lap/hapuss dengan cotton-alcohol, dan anatesi epidural diberikan antara sacrum terakhir dan coccygeal pertama tulang belakang dengan 5 ml 2% Xylocaine. Posisi injeksi yang tepat akan menghindari efek negatif.

·         Feses harus dikeluarkan dari rectum sebelum pemberian anastesis lokal untuk mencegah masuknya udara dalam jumlah banyak maka dapat dikeluarkan dengan pompa vakum.

·         Setelah anastesi afektif dilakukan pangkal ekor diikat dan difiksir ke tubuhnya. Hal ini adalah alternative untuk anastesi dengan Xylocaine. Injeksi 20 ml prifinum Bromide (padrin: parasympathicolytic) intravena atau intramuscular dapat menghalagi tekanan yang ekstrim terhadap rectum dan akan memudahkan penanganan uterus.

c.       Pemasukan kateter Balon dan Fiksasi Balon
·         Vulva dan rectum dicuci dengan air hangat dan dibersihkan dengan kertas tisu (yang diberi desinfektan) dan ikut dengan kapas yang di beri alkohol.

·         Kemudian operator memasukan salah satu tangannya ke rectum. Selanjutnya vulva dibuka oleh seorang asisten dan cervical expander dimasukan ke vagina dan ditempatkan di dalam lumen cervix. Dengan sangat hati-hati untuk memudahkan masuknya cervical expander dimasukan ke dalam  cervix untuk memudahkan masuknya kateter foley.

·         Kateter foley dengann ukuran 18-20 G (tergantung pada uukuran cervix) dengan inner stylet dimasukan dengan perlahan ke dalam vagina dank e dalam lumen cervix hingga badan uterus dengan palpasi rectal seperti saat IB.



·         Kemudian kateter foley dimanipulasi/diarahkan ke dalam salah satu tanduk uterus sehingga balon dapat difiksir 2-3 cm di bagian eksternal bifurcation tanduk uterus. Pada kasus dimana sapi Holstein baru saja melahirkan maka penempatan balon harus lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri yang harus lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri yang sempurna.penggunaan cervix forcep memberikan hasil yang lebih baik.

·         Perlakuan yang hati-hati akan menghindarkan dari kerusakan endometrium saat pemasukan kateter.

·         Segera setelah kateter masuk pada posisi yang benar, seorang asisten  menginjeksikan 10 ml udara ke dalam balon, kemudian secara perlahan ditambahkan udara sesuai dengan total volume hingga teknisi merasa bahwa tanduk uterus sudah cukup gembung.

·         Penambahan 3-6 ml udara biasanya sudah cukup. Balon harus ketat sehingga medium tidak dapat mengalir ke luar antara balon dan dinding tanduk uterus.

·         Apabila balon terlalu gembung dapat merusak endometrium dan menginduksi pendarahan. Volume udara balon yang sesuai tergantung pada ukuran uterus dan posisi balon. Pada umumnya 12-14 ml udara untuk sapi dara dan sekitar 14-16 ml udara untuk sapi induk.

d.      Prosedur pembilasan
·         Pembilasan dapat dilakukan dengan metode konvensional, namun sekarang sudah dikembangkan peralatan yang otomatis. Pada penggunaan mesin otomatis, penanganan yang sangat hati-hati harus diperhatikan untuk mencegah penggelumbungan balon yang berlebihan. Jangan lupa bahwa tanduk uterus mempuyai bagian yang terbuka terhadap tuba fallopi.

·         Saat memutar, inner stylet dikeluarkan secara perlahan sehingga tidak mengenaii balon.

·         Sebelum kateter balon di hubungkan dengan inlet tube, isi dengan medium. Outlet tube (pengeringan) di tutup dengan clamp, dan inlet tube dibuka.

·         Setelah tanduk uterus diisi dengan medium, hentikan aliran. Setelah clamp outlet dibuka, teknisi maraba dan memanipulasi uterus sehingga diperoleh sel telur yang terdapat dalam lipatan-lipatan endometrium uterus. Jangan menyentuh uterus jika outlet tube dalam kondisi tidak terbuka. Mmemanipulasi uterus yang berisi larutan medium dapat menyebabkan embrio kembali ke tuba fallopi.

·         Volume medium pembilassan bervariasi antara 20-50 ml. tergantung pada ukuran tanduk uterus dan posisi balon. Selama pembilasan pertama medium yang dimasukan hanya 20-30 ml dan secara bertahap ditingkatkan hingga 40-50 ml.

·         Medium yang telah bercampur dengan sel telur kemudian dialirkan ke luar tanduk uterus. Proses tersebut diulang 8-10 kali hingga total medium pembilasan yang digunakan 400-500 ml.

·         Pengisian uterus dengan medium menggunakan syringe pada ujung keteter foley untuk mendorong medium masuk kedalam uterus tidak boleh terlalu cepat karena dapat merusak endometrium uterus.

·         Untuk membilas tanduk uterus harus menggunakan kateter secara berulang sebaliknya dihindari jika sterilitasnya tidak terjamin.

e.       Perlakuan setelah pembelisan
Setelah pembelisan dilakukan perlakuan sebagai berikut sehingga dapat dilakukan superovulasi dan pembilasan untuk periode berikutnya, antara lain:


  1. Bilas uterus dengan 50 ml larutan PVP-iodine 2% atau antibiotik (penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau mpicillin 500 mg, dsb). Jika terdapat perlakuan pada membraan, penggunaan antibiotik lebih baik karena membrane yang mengalami iritasi berespon terhadap larutan antibiotik atau iodine.
  2. Injeksi donor dengan 15-25 mg PGF2α atau 500-750 g atau analog PGF2α (estrumate) untuk mencegah kebuntingan dan mengembalikan kondisi reproduksi ternak kepada keadaan awal.

            Koleksi dan penaganan Embrio
Koleksi embrio dari medium pembilasan harus dilakukan sesegera mungkin dan tanpa ada embrio yang tertinggal/hilang. Hal ini karena medium pembilasan mengandung banyak mukosa darah dan serpihan lapisan epitel dan ini dapat berakibat yang tidak baik terhadp embrio. 

Embrio yang telah diperoleh harus segera dipindahkan ke mmedium segar dan dicuci beberapa kali. Selama proses ini kebersihan harus tetap terjaga dan penanganan embrio dilakukan dengan baik.

2.8       Klasifikasi atau Evaluasi Embrio
            Evaluasi embrio merupakan factor penentu yang sangat penting untuk keberhasilan transfer embrio. Seluruh embrio yang diperoleh harus dievaluasi secara individu di bawah mikroskop dngan pembesaran 100 - 200 x untuk melihat tahap perkembangan sel,, morfologi dan kualitas embrio.

            a) Tahap perkembangan
      Tahap perkembangan embrio yang diproleh harus sama dengan jumlah hari perlakuan superovulasi. Sebagai contoh: embrio yang diperoleh 3 hari setelah donor mengalami estrus seharusnya mempunyai tahap perkembangan pada 4-8 sel, 8-16 sel pada hari ke-4, morula pada haro ke-5-6, morula akhir atau blastosis pada hari ke-7 dan expanded blastosis pada hari ke-8.
                 
      Tipe morfologi setiap tahap perkembangan embrio adalah sebagai berikut:

Morula
Biasanya embrio menyerupai bola (ball of cell). Individu blastomer sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Masa sel embrio menempati sebagian besar ruangan perivitelin.

Campact Morula
Individu blastomer terlah bersatu membentuk massa yang kompak, massa embrio menempati 60-70@ ruang perivitelin dimana ruangannya lebih besar daripada tahap morula.

Blastocyst
Perbedaan lapisan tropoblas bagian luar dan bagian inner cell mass yang lebih kompak berwarna lebih gelap dapat dilihat dengan jelas. Blastokol terlihat memenuhi ruang perivitelin.

Expanded blastocyst
Diameter embrio meningkat secara dramatis (1.2-1.5 x) bersamaan dengan menipisnya zona peluside lebih kurang 1/3 ketebalan awa. 

Embrio yang diperoleh pada tahap expanded blastocyst biasanya terlihat collaps, yang dicirikan dengan hilangnya seluruh atau sebagian blastokol, dan ketebalan zona pelusida jarang kembali seperti ketebalan awal.

Hatched Blastocyst
Embrio yang diperoleh pada tahap perkembangan ini dapat mengalami proses haching atau secara sempurna terlepas dari zona pelusida. 

Hatcing blastocyst berbentuk seperti bola dengan blastokol yang masih baik ataupun collaps. Indentifikasi embrio pada tahap ini aakan sulit jika operator belum berpengalaman.




b) Klasifikasi Kualitas Embrio:

Excellent:
Embrio yang ideal, berbentuk bola, simetris dengan ukuran sel, warna dan tekstur yang seragam/sama.

Good:
Tidak sempurna seperti blastomer tertekan, berbentuk tidak berarturan dan terdapat sedikit gelembung.

Fair:
Terbatas, tetapi bukan merupakan masalah yang serius seperti sedikit blastomer tertekan, sedikit sel mengalami degenerasi (10-30% tidak berarturan).

Poor:
Merupakan masalah serius seperti banyaknya blastomer yang tertekan, sel mengalami degenerasi, ukuran sel bervariasi, banyak terdapat gelembung dengan ukuran besar tetapi terlihat seperti massa embro yang sehat (30-50% bentuk tidak beraturan).










c) Evaluasi embrio
             Kuliatas embrio dapat dinilai berdasarkan morfologi sperti bentuk, warna densitas/kepadatan sitoplasma dan area yang mengalami degenerasi. Tahap perkembangan embrio harus sesuai dengan jumlah hari setelah estrus.

2.9       Kriopreservasi atau pembekuan embrio
            Setelah dilaporkan oleh wilmut dan Rowson pada 1973 bahwa embrio sapi mampu bertahan dalam suhu beku dan prinsp kerja serta cara kerja teknik pembekuannya telah dilakukan juga pada domba oleh wiladsen pada tahun 1997, maka industry TE didukung oleh pemanfaatan teknik pembekuan mengalami kemajuan yang amat pesat. 

Tiga alasan utama pemanfaatan pembekuan embrio adalah 

  1. Pendayagunaan sumber data resipien yang tersedia, 
  2. Menyederhanakan transportasi embrio, 
  3. Mengawetkan cadangan genetis  yang unggul atau yang terancam punah. 


Embrio beku terbukti dapat menjadi  alternative bagi tataniaga bibit ternak hidup antara Negara atau antara pulau dan impor semen beku.

            Bagi Indonesia, embrio beku diantisipasi dapat menjadi alternative bagi pengiriman ternak antara pulau. Hal ini akan mengatasi hambatan kesehatan hewan bila antara sumber dan penerima bibit komoditas ternak terdapat perbedaan status penyakit menular yng mudah terbawa oleh hewan hidup, di samping menghemat biaya pemesanan, pengangkutan dan karantina ternak antar pulau.

            Teknik pembekuan embrio telah secara luas dilaukan di berbagai Negara. Untuk Negara-negara eropa transfer embrio beku lebih banyak diharapkan daripada embrio segar. Perbandingan kurang lebih sama degan 70:30. 

Teknik pembekuan ini dpat pula membantu mengatasi keterbatasan atau kelebihan resipien. Dengan perbedaaan angka kebuntingan yang relative tidak banyak (sekitar 5-10% lebih rendah) disbanding transfer embrio secara langsung, teknik pembekuan telah lama menjadi subsitusi transfer secara langsung.

            Di samping terhadap embrio utuh, pembekuan embrio juga dapat dilakukan bagi embrio yang telah dibelah (embrio paruh) melalui metode splitting (pembelahan mikro). Namun demikian, karena angka kebuntingan nya masih relatife rendah dan teknik splitting menuntut keahlian serta memakan waktu, maka efisiensi pembekuan embrio paruh masih relative rendah. 

Oleh karena itu, teknik pembekuan tidak dianjurkan untuk diterapkan pada embrio paruh. Hal yang sama juga tidak atau belum dianjurkan bagi embrio yang dihasilkan dari pembuahan in vitro.

            Teknik yang dikembangkan melalui beberapa penelitian mengacu pada dua aspek: 

  1. efisiensi teknik pembekuan, yakni dengan menetapkansistem baku yang banyak dianut sampai saat ini yang terbukti memiliki viabilitas cukup tinggi, 
  2. memangkas konsumsi waktu dan teknik pengenceran krioprotektan pasca thawing, dalam rangka menghemat waktu dan bahan serta penyerdehanaan proses. 


Dari pengembangan prosdur yang berlaku, teknik baru yakni vitrifikasi dan metode pengenceran satu tahap (one-step delution) menjanjikan efisiensi waktu, tenaga dan biaya dengan hasil yang relatife baik. Dengan metode satu tahap embrio dapat diproses, dithawing dan ditransferkan secara sederhana mendekati prosedur inseminasi buatan.

2.10     Transfer Embrio
            Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode pembedahan dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan dilakukan dengan jalan membuatan sayatan di daerah perut (laparotomi) baik sayatan sisi (flank incici) atau sayatan pada garis tengah perut (midle incici). Metode tanpa pembedahan dilakukan dengan memasukkan embrio kedalam straw kemudian ditransfer kedalam uterus resipien dengan menggunakan cassoue gun insemination.





            Tiga (3) Faktor penting yang harus diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio adalah :

  1. Kualitas embrio yang akan di transfer; umur,kualitas, jenis embrio (beku/segar) metode pembekuan adanya kontaminasi atau infeksi pada embrio.
  2. Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi tenang/tidak stres.
  3. Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang digunakan, kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor) sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stres.

Persiapan dan prosedur Transfer
a) Material
Peralatan :
·         Transfer gun
·         Plastic sheath
·         Outer sheath
·          Gunting
·         Plastic straw
·         Straw cutter
·         Disposable syringe (5-10 ml) dengan jarum suntik
·         Cervix expander

Obat :
·         Kapas dicelupan ke dalam ethyl alcohol 70%
·         Kertas tisu dibasahi dengan densifektan (benzalkonium    chloride
·         Xylocaine 2% (lidocaine HCL)
·         Padrine (prifinum bromide :anticonvulsivant)

b) Pemasukan embrio ke dalam straw
Persiapan straw :
·         Straw dicuci dengan air murni tanpa membasahi sumbat kapas,  keringkan dan sterilisasi dengan gas ethylene oxide atau dengan cahaya ultra viole. Sterilisasi dengan gas ethylene harus  sudah dilakukan 2 minggu sebelum straw digunakan, karena residu gas tersebut dapat memberikan pengaruh yang merusak terhadap embrio.

·         Straw dipotong 1-2 cm untuk menyesuaikan dengan transfer gun.

·         Straw dicuci beberapa kali dengan medium tanpa membasahi sumbat kapas.

·         Masukan medium (M-PBS) sehingga mengisi straw lebih kurang 2-3 cm.

·         Diikuti dengan pemasukan udara sepanjang lebih kurang 0.5 cm dari straw.

·         Kemudian medium yang mengandung embrio dimasukan ke dalam straw dengan syringe tuberculin 1 ml mendekati sumbat kapas, diikutii denga udara dan medium berikutnya. Medium terakhir akan membasahi sumbat kapas yang berada pada unjung straw.

c) Persiapan transfer gun
·         Straw yang telah berisi embrio ditempatkan dalam transfer gun dan ditutup dengan outher sheath. Hindarkan dari kontaminasi.


·         Jika resipien berada berdekatan dengan lab transfer embrio cara di atas dapat dilakukan secara langsung. Tetapi apabila lokasi resipien berjauhan dengan lab, maka straw harus ditutupi dan dibawah dengan hati-hati, dan dijaga agar tetap berada pada posisi horizontal.

d) Persiapan resipien
·         Pemeriksaan resipien untuk terakhir kalinya dilakukan 1 hari atau beberapa saat menjelang transfer. Jika pemeriksaan dilakukan dengan palpasi rectal, maka jangan meyentuh atau meraba bagian ovarium dan uterus secara kasar.

·         Kendalikan resipien di dalam kandang jepit dan keluarkan seluruh feses yang berada dalam rectum.

·         Lakukan epidural anastesi dengan 3 ml xylocaine.

·         Bagian vulva dan rectal dicuci dengan air hangat dan diusap dengan kertas tisu yang dicelupkan dengan desinfektan dan terakhir dengan kapas beralkohol.

e) Sinkronisasi antara tahap perkembangan embrio dengan siklus estrus resipien
            Jika tahap perkembangan embrio dan siklus estrus resipien berbeda, maka harus disinkronkan sebaik mungkin. Sebagi contoh, pada hari ke 7 pembilasan transfer embrio segar dapat dilakukan. 



Jika hari ke 6-8 tersedia resipien, maka tahap morula dan blastosis awal ditransfer pada hari ke 6, tahap kompak morula dan blastosis awal ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari  ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 8.

f) Prosedur transfer
·         Pada saat teknik menempatkan tangannya di dalam rectum, vulva dibuka dan transfer gun yang telah ditutupi cover sheath dimasukan ke dalam vagina oleh seorang asisten.

·         Gun harus masuk melewati cervix hingga masuk ke salah satu tanduk uterus dimana ovariumnya mengandung CL (ipsilateral). Tanduk uterus ditinggikan dan diluruskan di depan unjung gun.

·         Ujung gun harus dimasukan 5-10 cm melewati external bifurcation.

·         Sangat penting diperhatikan adalah jangan sampai melukai bagian dinding uterus selama proses transfer embrio. Jika terdapat tekanan dari uterus, jangan dipaksa, tunggu hingga relaks.

·         Jika posisi yang diinginkan sudah diperoleh, maka embrio ditempatkan pada posisi tersebut.

·         Bila cervix terlalu sempit dan sulit dimasuki gun, maka dapat dibantu dengan menggunakan expander cervix yang berukuran kecil.

2.11     Manfaat Dan Keunggulan Transfer Embrio
            Adapun manfaat teknologi transfer embrio adalah:

  1. Meningkatkan mutu genetik ternak.
  2. Mempercepat peningkatan populasi ternak.
  3. Berpotensi mencegah terjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan melaui saluran kelamin.
  4. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku.
  5. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
  6. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul.
  7. Meningkatkan pendapatan masyarakat    
2.12     Keunggulan Teknologi Transfer Embrio Dibandingkan Inseminasi Buatan

  1. Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul
  2. Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam.
  3. Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20 – 30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun.
  4. Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
                        Teknologi transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi reproduksi ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa genetic untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan jumlah yang lebih banyak.

3.2       Saran
            Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum melakukan transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus, pemanenan embrio, klasifikasi embrio, penyiapan embrio dan kultur, kriopreservasi, transfer Embrio.


DAFTAR PUSTAKA


Fajrin. (2012). Transfer Embryo. http://fajrin010.blogspot.com/2012/10/makalah-transfer-embrio.html. [06 Mei 2013].

Traitago. (2011). Pengertian Transfer Embryo. http://traita90.wordpress.com/2011/02/25/pengertian-transfer-embrio/. [06 Mei 2013].

Soehadji. 1995. Pengembangan Bioteknologi peternakan. Keterkaitan penelitian, pengkkajian dan Aplikasi. Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan. Kerjasama Kantor menristek dengan Departemen pertanian. Bogor.

Supriatna, I. 1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio mamalia. Mata kulia Inti Dalam Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina  prod. Peternakan. Balai pembibitan Ternak dan hijaun makanan, purwokerto.

Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Sumber Gambar :
http://www.fao.org/docrep/004/T0117E/T0117E10.jpg                   [19 Mei 2013]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar